Jakarta – Pemerintah daerah akan anggarkan belanja wajib perlindungan sosial sebesar 2% dari Dana Transfer Umum (DTU) yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 tentang belanja wajib dalam rangka penanganan inflasi tahun 2022.
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, mengatakan, langkah tersebut sebagai bentuk sinergi kebijakan fiskal antara APBD dan APBN. Kemudian, besaran 2% DTU tersebut dihitung sebesar penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) bulan Oktober hingga Desember 2022 dan penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) triwulan ke IV tahun 2022.
“Karena itu, bulan September ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan desain anggaran, desain program, dan ini bentuknya belanja wajib perlindungan sosial yang sifatnya adalah earmarking Dana Transfer Umum yang berupa DAU dan DBH yang tidak ditentukan penggunaannya,” ujar Suahasil dikutip, 6 September 2022.
Dalam hal ini, belanja wajib perlindungan sosial pada APBD tersebut digunakan untuk bantuan sosial, termasuk untuk ojek, UMKM, dan nelayan, penciptaan lapangan kerja, serta subsidi transportasi umum.
“Kita berharap dengan pemberian ini dan juga nanti program yang tepat, maka inflasi atau harga-harga produk barang dan jasa tidak perlu naik terlalu cepat,” imbuhnya.
Jika nantinya ada peningkatan harga, lanjut dia, kelompok masyarakat yang paling rentan, paling vulnerable, paling tidak mampu juga akan diberikan bantuan tambahan bantalan sosial yang berasal dari BLT (Bantuan Langsung Tunai) maupun dari BSU (Bantuan Subsidi Upah).
Adapun pemerintah juga memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sebesar Rp150 ribu untuk 20,6 juta keluarga penerima manfaat selama 4 bulan, yakni September hingga Desember, yang diberikan dua kali masing-masing Rp300 ribu dan akan disalurkan oleh Kementerian Sosial.
Baca juga: Ketersediaan Pasokan Pangan jadi Solusi Atasi Ancaman Inflasi
Kemudian, diberikan juga Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk 16 juta pekerja yang memiliki gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan sebesar Rp600 ribu dan bantuan tersebut akan didistribusikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. (*) Khoirifa