Jakarta – Di tengah gejolak perekonomian dan ancaman inflasi, industri perbankan dinilai harus menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) dalam mengantisipasi ketidakpastian tersebut.
Paul Sutaryono, Pengamat Perbankan mengatakan, kondisi tersebut tentu harus diantisipasi oleh perbankan, apalagi Bank Indonesia juga diprediksi akan kembali menaikan suku bunganya hingga akhir tahun. Hal ini sudah pasti akan direspon oleh perbankan dengan menaikan suku bunganya.
“Likuiditas perbankan masih baik. Untuk itu, program restrukturisasi kredit perbankan perlu diperpanjang lagi setelah Maret 2023,” ungkap Paul saat dihubungi Infobank di Jakarta, Jumat, 9 September 2022.
Menurutnya, perpanjangan restrukturisasi kredit bertujuan untuk memelihara fungsi intermediasi perbankan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi agar tidak terlalu tertekan. Selain itu, Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tetap dilanjutkan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi utama.
“Karena tekanan moneter makin berat seperti stagflasi yang ditengarai oleh pertumbuhan ekonomi melambat atau rendah dan inflasi tinggi,” jelasnya.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memastikan perpanjangan restrukturisasi kredit, meskipun tidak secara langsung. Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan perpanjangan program ini seperti melihat situasi per sektor usaha yang masih terdampak.
Hingga saat ini, OJK masih mengkaji secara komprehensif sektor mana saja akan dapat perpanjangan restrukturisasi kredit.
“Kita akan melihat dari per sektor, kemudian segmentasi pasar, geografis bahkan individu itu pun akan kita cermati untuk memastikan bahwa perpanjangan ini tidak menimbulkan moral hazard yang menimbulkan dampak negatif persepsi kepada negara kita. Karena negara lain dalam konteks ini restrunya sudah di normalisasi,” kata Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK belum lama ini di Jakarta. (*) Irawati