Manado – Ancaman kejahatan siber di Indonesia terus meningkat. Industri keuangan, terutama perbankan menjadi target utama pelaku kejahatan siber. Untuk itu, pelaku industri didorong memperkuat ketahanan siber dengan membangun pertahanan berlapis di jantung setiap transaksi.
Hal itu disampaikan Direktur Bisnis PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa), Heru Perwito, dalam acara Members Meeting ATM Bersama 2025 bertajuk “Borderless Connectivity: Strengthening Trust in Digital Transaction” yang digelar di Manado, Sulawesi Utara, Jumat, 19 September 2025.
Mengacu data Kapersky, Heru menyebut sepanjang 2024 terdapat 649 ribu serangan siber di Indonesia. Sektor perbankan menjadi yang paling banyak diserang, terutama melalui malware dan phishing.
Baca juga: 7 Teknologi Perbankan Ini Bisa Dimanfaatkan untuk Mendukung Sustainability
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan kerugian konsumen akibat scam dan fraud di sektor keuangan sepanjang 2022 hingga kuartal I-2024 mencapai Rp2,5 triliun, berdasarkan laporan dari 10 bank besar.
Regulator, baik Bank Indonesia (BI) maupun OJK mendorong perbankan dan industri keuangan meningkatkan ketahanan siber.
“Sudah banyak regulasi terkait ini, tapi kenapa masih banyak saja (serangan siber). Maka itu perlu keamanan berlapis di jantung tiap transaksi,” kata Heru.
Baca juga: Artajasa Apresiasi Perbankan Lewat ATM Bersama Award 2025
Benteng pertahanan yang tangguh harus dibangun untuk menghadapi ancaman serangan siber.
Artajasa misalnya, menyediakan solusi Artajasa “Secure Connection”, yang mencakup infrastruktur jaringan yang aman dan teruji, serta sudah dipercaya oleh mayoritas pelaku industri perbankan.
Solusi tersebut juga didukung kolaborasi yang tangguh untuk keamanan siber serta memenuhi standar kemanan serta kepatuhan terhadap regulasi.
Artajasa juga membangun kemitraan strategis untuk pertumbuhan Bersama, melalui solusi Artajasa “Trusted Solution”, yang mencakup solusi pro aktif melalui fraud detection system dan sinergi mewujudkan ekosistem pembayaran yang aman.
Baca juga: Transaksi QRIS Melesat, Artajasa Siap Ekspansi Cross-Border hingga ke Tiongkok
Heru mengatakan, serangan bisa datang dari mana saja. Maka perlindungan yang disediakan harus menyeluruh. Dari network hingga perangkat.
Pertahanan siber juga bukan sekadar soal teknologi, tapi juga sumber daya manusia (SDM) yang andal.
“Teknologi canggih tidak akan berarti tanpa SDM yang kompeten, capable, dan memiliki kapasitas yang cukup. Yang lebih penting, karyawan harus bahagia agar bisa bekerja dengan tenang dan berdedikasi penuh,” tegas Heru.
Dengan persiapan infrastruktur, sistem proteksi, dan SDM yang kuat, Artajasa optimistis dapat memperkuat keamanan sistem pembayaran nasional sekaligus mendukung konektivitas internasional. (*) Ari Astriawan









