Jakarta – Pemerintah kembali mengalokasikan anggaran pendidikan dan kesehatan yang cukup besar dalam RUU APBN 2023. Hal itu memperlihatkan keseriusan pemerintah untuk mendongkrak kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi disrupsi teknologi dan menyikapi tantangan masa depan.
Sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), RAPBN 2023 direncanakan sebesar Rp3.041,7 triliun. Dari anggaran tersebut, alokasi pemerintah untuk pendidikan mencapai Rp608,3 triliun atau sebesar 20 persen sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang.
Selain itu, untuk anggaran kesehatan, pemerintah mengalokasikan sebesar Rp169,8 triliun atau 5,6 persen dari belanja negara. Sisanya, dialokasikan untuk perlindungan sosial bagi masyarakat miskin sebesar Rp479,1 triliun, serta belanja pemerintah pusat maupun transfer dana daerah.
Presiden Jokowi mengharapkan alokasi anggaran yang besar terhadap sektor kesehatan dan pendidikan bisa memupuk kualitas SDM. “Kita harus mampu memanfaatkan bonus demografi dan siap menghadapi disrupsi teknologi, kita harus menyiapkan sumber daya manusia yang produktif, inovatif, dan berdaya saing global,” ujar Presiden.
Selaku praktisi pendidikan dan industri kesehatan, Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady menilai, langkah pemerintah tersebut sudah tepat dan strategis. Dari konfigurasi RAPBN, kata dia, mencerminkan sensitivitas pemerintahan Presiden Joko Widodo terhadap tantangan masa depan.
John yang juga menjadi pionir modal ventura perusahaan rintisan itu melihat adanya kebutuhan baru kualitas SDM menghadapi era digital. “Hal ini pun disoroti Pak Jokowi dalam pidato pada Rapat Paripurna DPR RI, bahwa peningkatan SDM tidak bisa ditawar dalam menghadapi disrupsi teknologi serta berkah demografi,” jelasnya.
Namun demikian, John mengungkapkan upaya peningkatan kualitas SDM bukan saja mensyaratkan anggaran yang besar, melainkan pula program dan kebijakan tepat sasaran. Pasalnya, untuk anggaran pendidikan saja, Indonesia sejak 2009 merupakan negara yang rutin menyisihkan alokasi terbesar di jajaran negara Asean.
Berdasarkan rasio terhadap belanja negara, Indonesia, Singapura, dan Malaysia merupakan negara tertinggi yang menyisihkan sekitar 20 persen untuk sektor pendidikan. Sebaliknya, berdasarkan indek sumber daya manusia (Human Capital Index/HCI) yang dirilis Bank Dunia, posisi Indonesia jauh di bawah kedua negara.
Pada 2020, Indonesia mendapat skor HCI sebesar 0,54 poin. Skor itu menempatkan Indonesia di bawah Vietnam (0,69 poin), Brunnei (0,63 poin), Thailand (0,61 poin), dan Malaysia (0,61 poin). Sedangkan Singapura memiliki HCI dengan skor 0,88 poin, sekaligus menjadi yang tertinggi di dunia.
Bank Dunia merilis data rutin HCI terhadap 174 negara. Penilaian HCI sendiri meliputi perkembangan kualitas dan akses pendidikan, serta kondisi kesehatan yang meliputi tingkat kematian, stunting, serta kemampuan bertahan orang dewasa.
“Dari sisi itu, kita melihat masih harus ada yang dikejar, selain memperbesar anggaran,” ujar John.
Dia mengungkapkan perbaikan kualitas sektor pendidikan dan kesehatan harus melibatkan sinergi semua pihak. Tanggung jawab itu, kata John, tidak hanya dipikul pemerintah pusat melainkan pula pemerintah daerah, institusi terkait, kalangan bisnis, serta terutama guru dan dokter sebagai ujung tombak kedua sektor.
“Artinya, ekosistem pendidikan dan ekosistem kesehatan harus dibentuk dan disinergikan. Bisa jadi, persoalannya terletak dari hulu ke hilir, semisal untuk pendidikan bermula dari kualitas pendidikan guru, jumlahnya hingga kesejahteraannya. Begitupun dari sisi sektor kesehatan, harus diperbanyak juga pendidikan berkualitas terkait tenaga kesehatan, dari perawat hingga dokter,” simpul John.
Terkait persoalan itu, John mengungkapkan Lippo Group yang sejauh ini ikut terlibat memajukan sektor pendidikan dan kesehatan terus berupaya menghadirkan ekosistem terbaik. “Dari sisi sektor kesehatan, kami memiliki jaringan RS Siloam dengan mengandalkan pula dokter berkualitas dan tenaga kesehatan lainnya yang juga dididik di UPH maupun akademi milik kami. Ini contoh ekosistem tersebut,” tukas John.
Selain itu, bukan tidak mungkin pengembangan seluruh bisnis Lippo Group pun memiliki pengaruh timbal balik bagi dunia pendidikan yang dinaungi seperti Universitas Pelita Harapan, seperti mengakomodir tren teknologi digital dan properti hijau. “Artinya, dengan ekosistem inilah peningkatan kualitas pendidikan maupun kesehatan bisa ditingkatkan secara signifikan,” tukas John.(*)