SOSOK Angela Indirawati Simatupang mungkin tidak banyak orang yang mengenal layaknya artis-artis di layar kaca. Namun, di dunia bisnis, wanita yang sering disapa Angela itu tentu banyak dikenal.
Sepak terjangnya patut diacungkan jempol. Bagaimana tidak, saat ini wanita yang kini menjabat sebagai Managing Partner of Risk Control (GRC) di RSM itu ditunjuk sebagai Corporate Governance Expert mewakili Indonesia dalam pembahasan ASEAN Corporate Governance Scorecard (ASEAN CGS)
Selain itu, ia juga menjadi anggota tim yang ikut membantu dalam perumusan beberapa panduan penting yang dibuat oleh KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance), seperti misalnya the Indonesia Code of Corporate Governance, Indonesia Code for Good Public Governance, Whistleblowing System Guidebook.
Angela mengkhususkan diri dalam menyediakan layanan terkait GRC, termasuk penasehat tata pemerintahan dan kepastian, audit internal, audit kinerja, penasehat sistem informasi dan kepastian, serta manajemen risiko dan penasehat pengendalian internal. Ia juga memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun untuk memberikan layanan penasehat risiko bagi sektor publik dan sektor nirlaba serta sektor korporasi. Sehingga boleh dibilang dia sebagai “Ratu” audit di Indonesia.
Saat diminta cerita soal tingkat tata kelola perusahaan atau Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia, ia pun menilai GCG di Indonesia mulai ada perbaikan sedikit demi sedikit. Namun sayangnya jika dibandingkan negara-negara tetangga perbaikan tersebut masih kalah cepat. Bahkan dalam waktu tiga tahun terakhir, tingkat GCG di Indonesia masih di bawah Philipina dan jauh di bawah Thailand.
Berdasarkan hitung-hitungan angka, nilai atau score Indonesia untuk tingkat GCG di ASEAN hanya di range 55-62 selama 2013-2015. Sementara negara-negara lainnya seperti Philipina 58-73, Malaysia 72-77, Singapura 72-78, dan Thailand 75-87. “Tentu ada yang salah, dan perlu dibenahi,” ujar Angela saat bincang-bincang dengan Infobank.
Ia pun blak-blakan bicara mekanisme atau audit GCG di Indonesia. Menurutnya masih ada beberapa perusahaan yang diaudit hanya berdasarkan sistem checklist di atas kertas atau tidak mendalam. Hal ini masih dimaklumi, mengingat masih banyak perusahaan atau para petinggi perusahaan yang belum peduli akan penerapan GCG. Sehingga tim audit sangat sulit melihat jauh ke dalam kondisi perusahaan. (Bersambung ke halaman berikutnya)