Jakarta – Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog, Budi Waseso harus menelan ludahnya sendiri, terkait pernyataan sebelumnya yang menolak impor beras dengan alasan stok di gudang Bulog tercukupi. Kini, Bulog justru menyatakan tidak menutup opsi untuk kembali mengimpor beras guna mengamankan stok beras pemerintah maupun yang ada di pasaran.
Menurut Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog, Tri Wahyudi Saleh, apabila dalam tiga bulan ke depan operasi pasar memerlukan 5 ton beras tiap harinya, maka sisa cadangan beras Bulog bisa saja tergerus hingga tinggal 2,2 juta ton. Padahal idealnya, cadangan beras pemerintah di Bulog harusnya mencapai 2,5 juta ton atau sesuai dengan konsumsi beras 1 bulan masyarakat Indonesia.
“Bulog kan hanya sebagai operator. Analisa kebutuhannya ada dalam rakortas (rapat koordinasi terbatas). Kalau memang dibutuhkan impor atas keputusan pemerintah, Bulog juga akan melakukan tugas itu,” ujar Tri dalam keterangannya yang dikutip, Senin, 29 Oktober 2018.
Bulog mengakui, saat ini cadangan beras Bulog mulai terkikis dengan meningkatnya jumlah beras untuk operasi pasar. Di sisi lain Indonesia juga sudah memasuki musim paceklik. Penggelontoran beras untuk operasi pasar saat ini memang kian meningkat. Per harinya aliran beras Bulog untuk operasi pasar sudah mencapai kisaran 2.500 ton. Ke depan, kebutuhan operasi pasar akan semakin besar, khususnya di penghujung dan awal tahun.
“Sekarang sudah mulai banyak (yang harus digelontorkan). Sekarang sudah 2.500 ton per hari. Desember-Januari itu puncaknya, bisa 5-6 ribu ton per hari,” ucapnya.
Tri mengungkapkan, trennya dari Oktober-Desember kebutuhan beras untuk operasi pasar berada di kisaran 5 ribu ton per hari. Bahkan kebutuhan beras untuk operasi pasar akan bertambah di awal tahun jika melihat tren yang terjadi di awal 2018 kemarin. Pada Januari lalu misalnya, Bulog mesti mengeluarkan sekitar 6 ribu ton beras tiap harinya untuk operasi pasar.
Untuk tahun ini saja, operasi pasar pun sebenarnya sudah lama dilakukan Bulog. Sejak Agustus 2018, perusahaan pelat merah ini telah melakukan fungsi yang satu ini sesuai keputusan rakortas.
Jika dirata-ratakan untuk tiga bulan ke depan, yang dibutuhkan operasi pasar mencapai 5 ribu ton beras. Demikian, total pengurangan cadangan beras Bulog bisa mencapai 450 ribu ton. Sementara itu, hingga saat ini jumlah cadangan beras perum tersebut berada di kisaran 2,7 juta ton. Namun, sebanyak 1,8 juta tonnya berasal dari impor beras yang telah disepakati dalam rakortas sebelumnya.
Diakuinya, penyerapan beras dalam negeri sendiri disebut hanya sekitar 1,5 juta ton hingga menjelang akhir Oktober ini. Cadangan dalam pengadaan dalam negeri pun tinggal sekitar 950 ton karena telah dipakai untuk operasi pasar maupun penyaluran bencana.
Sementara itu, Pengamat Pertanian dari IPB, Khudori juga memperkirakan bahwa cadangan beras nasional bakal terus berkurang. Tidak hanya untuk tahun ini, tren serupa pun selalu terjadi di kisaran bulan Oktober-Desember dari tahun ke tahun, untuk operasi pasar yang tujuannya dalam menstabilkan harga komoditas di pasaran.
Tingginya harga beras di akhir tahun menurutnya, tak terlepas dari pasokan yang terbatas akibat paceklik. Sementara itu, konsumsi masyarakat tidak berkurang di kisaran rata-rata 2,5 juta ton per bulan. “Supaya harga tidak makin tinggi, pemerintah salah satunya melakukan operasi pasar. Biasanya memang operasi pasar pada saat paceklik volumenya jauh lebih besar,” katanya.
Berdasarkan data beras terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), memang ada ancaman defisit beras hingga 2,53 juta ton dalam tiga bulan terakhir tahun 2018 ini. Hal tersebut dikarenakan produksi beras diperkirakan hanya 3,94 juta ton. Di sisi lain, konsumsi masyarakat dalam tiga bulan juga bisa mencapai 7,45 juta ton. (*)