Jakarta – Tingkat inklusi keuangan belum merata. Akses keuangan masyarakat saat ini masih didominasi oleh perbankan sebesar 80% dalam bentuk deposit atau simpanan berjangka pendek. Sementara, sektor jangka panjang seperti industri asuransi dan dana pensiun hanya berkontribusi sebesar 14%.
Sri Mulyani Menteri Keuangan RI mengatakan, hal tersebut yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membangun sektor keuangan yang mampu mengumpulkan dan memobilisasi dana dalam jangka panjang yang kuat dan kredibel.
“Masyarakat masih perlu dibangun tidak hanya literasi tapi juga kepercayaan dan confidence terhadap sistem keuangan, instrumen keuangan dan lembaga-lembaga keuangan. Yang akan memunculkan pengenalan terhadap instrumen baru diluar deposito atau tabungan seperti Surat Berharga Negara (SBN) termasuk Surat Berharga Syariah atau sukuk,” ujar Menkeu, dalam acara Like It “Sustain Habits in Investing, Invest in Sustainable Instruments” Jumat, 12 Agustus 2022.
Untuk itu, lanjut Menkeu, dalam mendorong investasi jangka panjang, sejak tahun 2018 Indonesia secara konsisten menerbitkan obligasi syariah atau sukuk yang jangka waktunya dibuat lebih panjang. Secara global penerbitan sukuk ini mencapai USD5 miliar.
“Namun ini tentu lebih dari investor internasional atau global. Kita memang kemudian bisa menjadi salah satu negara emerging yang mampu memposisikan dan memanfaatkan kesempatan dengan terus meningkatkan awareness maupun kebutuhan untuk mencari instrumen yang sifatnya care terhadap lingkungan atau green investment,” jelas Sri Mulyani.
Dalam hal ini, Indonesia mendapatkan recognition sebagai negara yang mampu memiliki transaksi sukuk US Dolar gobal terbesar dan juga sukuk green US Dolar yang terbesar dengan tenor 10 tahun.
“Pemerintah juga mulai menerbitkan sukuk hijau domestik terutama bagi para investor individual di Indonesia, dalam rangka untuk melakukan penetrasi yang semakin dalam dan luas bagi para investor di Indonesia terutama level ritel,” tambah Menkeu. (*) Irawati