Jakarta – Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui organisasi agency besutannya, Millennium Challenge Corporation (MCC), hari ini, Jumat (26/7), mengumumkan pemberian dana hibah sebesar USD649 juta kepada pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan ekonomi di sejumlah daerah tertinggal atau biasa disingkat 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Dana hibah dengan total USD649 juta itu terdiri atas USD49 juta dari pemerintah Indonesia sendiri dan USD600 juta dari MCC. Dana hibah tersebut ditujukan untuk mengembangkan infrastruktur dan sektor UMKM pada sejumlah wilayah di Indonesia, yakni Kepulauan Riau, Riau, Sumatra Selatan, Sulawesi Utara, dan Bali.
“Kita menyalurkan dana tersebut bersama dengan pendampingan untuk memberikan saran dan bantuan teknis lainnya. Jadi, kita sangat excited dengan hal ini, dan kita akan mulai implementasinya pada tanggal 5 September nanti,” ujar Alice Albright selaku Chief Executive Officer (CEO) Millennium Challenge Corporation di Jakarta, Jumat, 26 Juli 2024.
Baca juga: DBS Foundation Hibahkan Rp8,2 Miliar untuk 4 UKM Indonesia
Kelebihannya, Alice jelaskan, dana itu bersifat hibah dan bukan loan atau pinjaman. Selain itu, program dana hibah tersebut tak akan terpengaruh pergantian administrasi pemerintahan atau kepemimpinan presiden AS. Alice mengatakan bahwa MCC telah dibentuk sejak 20 tahun lalu dan sejak saat itu, sudah memberikan dana hibah ke berbagai negara berkembang, tak terpengaruh pergantian kepemimpinan AS.
“Jadi, kita punya dua program, Threshold untuk yang kecil dan Compact yang lebih besar (nilainya). Kita punya agreement Compact bagi Indonesia dengan total USD649 juta di mana Indonesia menaruh USD49 juta, dan Compact itu meng-cover berbagai jenis aktivitas,” sebut Alice.
Lebih spesifik, Alice terangkan, di satu sisi, pihaknya akan menggandeng pasar keuangan untuk menyalurkan pembiayaan kepada sektor UMKM yang dimiliki oleh kaum wanita, serta pembiayaan terhadap proyek-proyek infrastruktur pada lima daerah terluar yang telah disebutkan.
Hingga kini, pihaknya belum mengetahui detail proyek-proyek yang akan dibiayai. Pihaknya masih merencanakan daftar proyek yang akan dibiayai dana hibah itu. Menurutnya, keputusan menentukan lima wilayah di atas adalah hasil dari kesepakatan dengan pemerintah Indonesia dalam mencari wilayah-wilayah tertinggal di Indonesia yang membutuhkan akses pembiayaan.
“Proyek ini akan mengambil waktu lima tahun di mana kita akan bekerja pada lima area itu. Masih di pertimbangkan apakah MCC akan punya Compact lainnya dengan pemerintah Indonesia di waktu mendatang, jadi saat ini kita sedang fokus pada lima area ini,” tukas Alice.
Bantu Ekonomi Rakyat
Di lain sisi, Founder dan CEO YCAB Foundation, Veronica Colondam menyatakan bahwa dana hibah tersebut akan benar-benar membantu perekonomian masyarakat Indonesia yang ke depan terlihat semakin sukar. Hal ini ia landaskan pada artikel yang ditulis oleh ekonom senior Chatib Basri yang menyebut, masyarakat menengah RI tengah bertransisi dari ‘zona nyaman’ ke ‘zona makan’.
Dalam artikel itu, ia jelaskan, ada data yang menunjukkan sekitar 16 persen masyarakat kelas menengah di Indonesia saat ini turun ke kategori kelompok vulnarable atau rentan, yang mana jumlahnya ada 23 juta orang.
“Apa itu artinya, artinya orang menjadi semakin miskin. Data itu menunjukkan bahwa masyarakat RI turun level dari konsumen barang branded ke konsumen warteg, dan itu adalah realita dari Indonesia yang kita harus benar-benar pahami,” tegas Veronica di kesempatan yang sama.
“Kita tak bisa hanya meyakini pernyataan politik yang bilang ‘oke, kita masih bertumbuh’, kita sebenarnya tidak (bertumbuh). Saya tidak tau angka sebenarnya, tapi realitanya kehidupan orang-orang semakin sukar. Segala sesuatunya semakin sulit didapat,” imbuhnya.
Baca juga: Hibah USD600 Miliar PGII, Percepat Proses Transisi Energi di RI
Kondisi itu diperparah dengan hadirnya pinjaman online (pinjol) yang bisa memudahkan orang untuk mendapatkan hal yang mereka sebelumnya tak bisa dapatkan. Ia menyatakan jika hal ini adalah hal yang sangat berbahaya. Ia bahkan menyebut, 40 persen orang yang nonton konser Coldplay di Jakarta pada akhir tahun lalu, membeli tiketnya dengan dana pinjol.
“Itu gila! Orang Indonesia sebenarnya tak bisa membelinya. Ini kenapa literasi keuangan dan inklusi sangat-sangat penting,” sebutnya.
“Jadi, terima kasih MCC atas bantuan hibahnya kepada Indonesia, karena itu dibutuhkan saat ini. Dana hibah ini adalah sesuatu yang kita harus gunakan sebaik-baiknya untuk membantu mereka yang benar-benar membutuhkan,” pungkasnya. (*) Steven Widjaja