Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan defisit fiskal pada APBN awal pemerintahan Prabowo-Gibran atau tahun 2025 tetap akan di bawah 3 persen.
Seperti diketahui, dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2025 yang tengah dibahas oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) defisit fiskal berada di kisaran 2,4 – 2,8 persen.
“Tetap di bawah 3 persen (defisit), Anda mengikuti nggak pembahasan di DPR? Kan 2,8 persen, yang nambahin kan Anda sendiri wartawan, jadi wartawan jangan nambah-nambahin. Kita 2,4-2,8 persen di bawah 3 persen,” ucap Airlangga kepada Wartawan di Kantornya, Jumat 21 Juni 2024.
Dia pun mencontohkan dengan negara lain seperti Eropa yang defisitnya rata-rata mencapai 5-7 persen. Sehingga, jangan mendiskreditkan keadaan Indonesia yang bagus.
Baca juga: Menteri PPN Beberkan Opsi Pangkas Defisit APBN Era Prabowo-Gibran
“Alarm itu kalau kita lihat defisit anggaran di negara-negara EU (European Union), ini negara EU rata-rata 5-7 persen, alarmnya bunyinya di Eropa, bukan di Indonesia, indonesia masih di bawah 3 persen, yang biasa bikin alarm itu wartawan, malah dia menyusahkan diri sendiri. Jadi saya minta wartawan untuk tidak mendiskreditkan Indonesia dalam situasi yang bagus,” tukasnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan bahwa tekanan terhadap rupiah yang tembus Rp16.400 per dolar AS dipicu karena adanya sentimen pasar terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
“Dari faktor domestik, tekanan pada rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan,” ujar Perry dalam Konferensi Pers RDG, Kamis, 20 Juni 2024.
Adapun, BI mencatat nilai tukar rupiah hingga 19 Juni 2024 terjaga, meski sempat tertekan 0,70 persen (ptp), setelah pada Mei 2024 menguat 0,06 persen (ptp) dibandingkan dengan nilai tukar akhir bulan sebelumnya.
Nilai tukar rupiah melemah 5,92 persen dari level akhir Desember 2023. Ini lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan Won Korea, Baht Thailand, Peso Meksiko, Real Brazil, dan Yen Jepang masing-masing sebesar 6,78 persen, 6,92 persen, 7,89 persen, 10,63 persen, dan 10,78 persen.
Dia pun meyakini nilai tukar rupiah akan menguat. Bahkan, bisa berada pada level di bawah Rp16.000 per dolar AS.
Dia menjelaskan optimisme nilai rupiah menguat dipengaruhi oleh fundamental perekonomian Indonesia yang kuat. Yakni, tingkat inflasi di dalam negeri terjaga rendah, yakni 2,8 persen dibandingkan dengan AS dan negara maju lainnya yang masih tinggi.
Baca juga: Rupiah Tembus Rp16.400 per Dolar AS, Airlangga: Harus Genjot Investasi
Kemudian juga, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tinggi pada level 5,11 persen di kuartal I 2024. Serta, current account Indonesia masih surplus dan defisit rendah di angka 0,1-0,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain itu, mulai adanya kepastian dari The Fed yang memberi sinyal untuk menurunkan suku bunga acuannya atau Fed Fund Rate (FFR) di akhir tahun tahun ini.
“Kami yakini jika liat fundamental kita rupiah bisa lebih rendah dari Rp16.000 per dolar AS,” kata Perry. (*)
Editor: Galih Pratama