Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada hari ini, Jumat (19/4/2024) bertemu dengan mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat.
Airlangga mengatakan pertemuannya dengan Tony Blair salah satunya membahas masukan terkait dengan geopolitik yang sedang berkembang saat ini.
“Pertama tentu masukan geopolitik terkait perkembangan terkini,” kata Airlangga saat ditemui wartawan.
Baca juga: Israel Balas Serang Iran, Airlangga Tegaskan Tak Perlu Reaktif
Airlangga membeberkan bahwa Tony menyarankan agar seluruh negara menahan diri dari ketegangan geopolitik tersebut.
“Geopolitik sama seperti yang kita sudah bahas semua negara restrain menahan diri terutama di Timur Tengah, kan saya juga sampaikan Jordan, Mesir dan Saudi, tidak ada kepentingan,” jelasnya.
Selain itu, sampai dengan siang tadi, tambah Airlangga, Iran reaksi dari Iran masih sangat terbatas.
“Kalau di dalam politik ini kan mereka sering sebut “tit for tat” jadi artinya penyelematan muka, balas membalas tapi skalanya kecil diharapkan tidak menimbulkan efek lanjutan,” ujar Airlangga.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi menambahkan semua negara sedang menunggu respons lanjutan dan tidak ada negara yang ingin konflik Iran-Israel semakin memuncak.
“Jadi sekarang semua harus tenang. Indonesia sendiri juga kita harus ngikutin sama-sama. Apalagi sekarang menteri luar negeri lagi berkumpul bersama dalam G-7. Itu semua dorongannya sama, yaitu deeskalasi,” ungkap Edi.
Baca juga: Israel-Iran Makin Memanas, Bursa Asia Rontok dan Harga Minyak Melejit
Edi pun berharap semua negara harus bergerak, terutama negara-negara G-20 yang sedang menyuarakan agar terjadi deeskalasi. Sehingga, sampai dengan saat ini pemerintah belum menyiapkan skenario terburuk dari sisi kebijakan di dalam negeri.
“Jadi semua forum kita akan pakai agar mendorong bagaimana tidak terjadi konflik. Kita amankan tapi kita tidak bermain dulu ke situ (skenario terburuk),” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama