Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Presiden Prabowo Subianto siap membawa Indonesia masuk ke dalam keanggotaan bersama kelompok Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan atau BRICS.
Airlangga mengungkapkan bahwa Prabowo sudah memberikan arahan terkait hal ini untuk menjajaki semua blok yang ada.
“BRICS kan salah satu dari arahan bapak presiden, karena jelas dalam pidatonya, kita non blok, maka semua blok kita monitor dan kita jajaki,” ujarnya di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2024.
Baca juga: Optimisme Ekonom: Pemerintahan Prabowo Bisa Bawa Kinerja Pertamina Meroket
Meski begitu, pihaknya belum dapat memastikan rencana kehadiran Prabowo dalam BRICS.
Namun, Airlangga memastikan, akan ada perwakilan Indonesia yang hadir menuju Kota Kazan, Rusia, yang menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS pada 22-24 Oktober 2024.
Untung Rugi RI Gabung BRICS
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengungkapkan untung dan rugi bila Indonesia masuk ke dalam negara anggota BRICS.
Adapun, BRICS terdiri dari negara Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Bahkan, BRICS telah resmi menambah enam negara anggota baru yaitu Arab Saudi, Iran, Ethiopia, Mesir, Argentina, dan Uni Emirat Arab.
“Kalau makin besar (BRICS) otomatis dibandingkan dengan negara G7 maka akan lebih besar lagi, akses market-nya,” kata Asmo di Labuan Bajo, Senin, 11 September 2023.
Baca juga: Prabowo Tunjuk Muliaman Hadad Pimpin BP Investasi Danantara, Ini Tugas dan Wewenangnya
Asmo pun menjabarkan untung dan rugi bila Indonesia bergabung dengan BRICS.
Dari sisi keuntungan, beber Asmo, kalau Indonesia bergabung maka akan ada kerja sama lewat perdagangan berupa Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) atau trade agreement.
“Kalau bergabung dan menjalin kerja sama baik bentuknya CEPA atau trade aggreement otomatis apakah market aksesnya makin besar atau tidak, kalau makin besar dibandingkan dengan G7 maka akan lebih besar lagi akses marketnya besar,” ungkapnya.
Sementara, bila dilihat dari sisi kerugiannya yaitu, Indonesia perlu waspada karena BRICS adalah negara yang secara geopolitik tidak menguntungkan karena ada Rusia di dalamnya.
“Kita juga harus balancing dengan Amerika Serikat, jadi masih fluid (cair) apakah akan dibawa ke geopolitiknya seperti apa, Indonesia juga sudah jelas kebijakan untuk internasionalnya seperti apa,” jelasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra