Jakarta– Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) meminta pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperhatikan kondisi kegiatan teknologi finansial (tekfin) atau fintech khususnya yang bergerak di bidang pembiayaan langsung atau peer to peer lending (P2P) sebelum merampungkan regulasi.
Ketua Kelompok Kerja P2P Lending AFTECH sekaligus CEO Modalku, Reynold Wijaya menekankan bahwa fintech Iahir didorong oleh kebutuhan untuk mengisi gap pembiayaan UMKM yang tinggi di Indonesia.
“OJK sendiri kerap menegaskan adanya gap pembiayaan sebesar Rp988 triliun yang belum mampu dipenuhi oleh perbankan saat ini. Fakta ini selaras dengan temuan studi Asian Development Bank di tahun 2017 bahwa terdapat gap pembiayaan sebesar US$57 miliar di Indonesia yang belum dapat didukung oleh Iembaga keuangan formal,” ungkap Reynold di Centennial Tower Jakarta, Selasa 6 Maret 2018.
Fintech sendiri memiliki potensi yang sangat besar untuk membantu mewujudkan inklusi keuangan sesuai Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKl), dengan prioritas agenda nasional yaitu membuka akses layanan keuangan kepada sedikitnya 75% penduduk Indonesia yang belum bankable.
Di sisi dunia usaha, Indonesia berada dalam momentum yang terbangun berkat perkembangan teknologi dan pertumbuhan perusahaan rintisan yang terjadi dengan sangat pesat di Asia Tenggara. Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah perusahaan rintisan tertinggi di kawasan ini dan diperkirakan akan mencapai jumlah 13.000 pada tahun 2020 mendatang.
Baca juga: Dianggap Rentenir Digital, Ini Jawaban AFTECH
Oleh karenanya AFTECH mendukung segala bentuk inisiatif yang mendukung agenda nasional tersebut, termasuk rencana dikeluarkannya “Principal Based Guideline Fintech Provider” oleh OJK.
Reynold mengungkapkan, khusus untuk kegiatan P2P lending, AFTECH sendiri telah menyiapkan “Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam yang Bertanggung Jawab” yang akan dipresentasikan kepada seluruh pemangku kepentingan terkait dalam waktu dekat.
“AFTECH terus berkomitmen dan bekerja secara intensif untuk mendukung terbentuknya regulasi yang netral baik dari sisi advokasi penyusunannya maupun dari sisi implementasi operasional, serta melakukan edukasi kepada publik agar mereka dapat bertransaksi dengan aman dan nyaman,” jelas Reynold.
Melalui AFTECH, para pelaku usaha juga saling menjaga kredibilitas memastikan praktik yang akuntabel dan terus meningkatkan kapabilitas tata kelola usaha agar semakin banyak perusahaan fintech Indonesia berkualitas dan berkembang sesuai standar internasional terutama untuk melindungi hak dan kepentingan konsumen akan layanan yang terpercaya, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. (*)