Jakarta – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) kembali menegaskan tidak pernah ada kesepakatan antarpenyelenggara pinjaman daring (pindar) untuk mengatur batas maksimum suku bunga.
Pernyataan ini disampaikan Kuseryansah, Ketua Bidang Humas AFPI usai sidang pendahuluan di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, Kamis, 14 Agustus 2025.
“Yang ditentukan adalah ceiling price atau harga maksimum. Dengan demikian, para pemain pindar masih bisa berkompetisi sesuai dengan risk appetite masing-masing. Jadi, pada dasarnya pelaku usaha memiliki kebebasan untuk menentukan tingkat suku pengguna, sepanjang tidak melampaui batas tersebut,” terang Kus, sapaan akrab Kuseryansyah.
Baca juga: KPPU Panggil 97 Perusahaan Pindar Hari Ini, Berikut Agendanya
Penentuan manfaat ekonomi ini, kata Kus, juga sejalan dengan permintaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membedakan antara pindar dengan pinjaman online (pinjol) ilegal. Menurutnya, bunga pinjol ilegal yang dipatok lebih dari 1 persen per hari sangat membenani masyarakat.
“Penentuan batas maksimum manfaat ekonomi dari yang awalnya tidak diatur, akhirnya diatur ke 0,8 persen. Karena, dulu ada pinjol yang menetapkan bunga di angka 1,3 persen per hari, ada yang 1 persen per hari,” katanya.
“Atas arahan OJK, pelaku industri diminta membatasi suku bunga di kisaran 0,8 persen per hari agar masyarakat bisa membedakan mana pindar dan mana pinjol ilegal,” tambahnya.
Masih menurut Kus, pembatasan suku bunga ini juga agar masyarakat terhindar dari lintah darat atau rentenir. Hingga akhirnya, OJK dan AFPI menyepakati besaran suku bunga pindar, melalui regulasi dalam bentuk SEOJK dan POJK.
Baca juga: OJK Peringatkan Bahaya Laten Gerakan Galbay Pindar, Risiko Gagal Nyicil Rumah
Di sisi lain, Kus menyatakan AFPI akan menghormati dan mengikuti proses persidangan di KPPU. Namun, dia juga mendorong pelaku industri untuk mempersiapkan bukti-bukti bahwa pengaturan suku bunga ini tidak pernah dilakukan.
“AFPI menghormati seluruh proses persidangan yang berlangsung, dan mengimbau semua platform untuk menyampaikan bukti-bukti di persidangan, untuk menunjukkan bahwa tidak ada kesepakatan dalam manfaat ekonomi,” paparnya. (*) Mohammad Adrianto Sukarso









