Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 3.858 pengaduan terkait perilaku penagih utang (debt collector) berasal dari sektor financial technology (fintech) selama periode Januari-Juni 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengatakan, OJK sebagai regulator sekaligus pengawas sektor jasa keuangan telah mengambil sejumlah langkah untuk menyikapi maraknya tindakan tenaga penagih yang tidak mengindahkan prinsip pelindungan konsumen dan masyarakat.
“OJK melakukan langkah-langkah baik secara preventif maupun kuratif. Dari sisi preventif, OJK memperkuat regulasi yang mengatur mengenai tata cara penagihan,” katanya, dinukil ANTARA, Jumat, 1 Agustus 2025.
Baca juga: Komisi VII Desak Polisi Tindak Tegas Debt Collector Brutal di Pekanbaru
Kiki, sapaan akrabnya menuturkan, pada akhir 2023, OJK menerbitkan POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat. Regulasi tersebut memuat sejumlah pasal yang secara khusus mengatur tentang penagihan, termasuk hak dan kewajiban pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) dalam melakukan penagihan kepada konsumen.
Edukasi dan Pengawasan
Selain memperkuat regulasi, OJK juga melakukan edukasi kepada masyarakat dan mengawasi perilaku PUJK terkait tata cara serta etika penagihan.
Sementara dari sisi kuratif, OJK memperkuat mekanisme penyelesaian sengketa internal (internal dispute resolution/IDR) dengan mewajibkan PUJK menindaklanjuti setiap pengaduan konsumen, termasuk yang berkaitan dengan perilaku penagihan oleh pihak ketiga yang bekerja untuk PUJK.
Dalam konteks ini, PUJK tetap bertanggung jawab atas tindakan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan OJK tentang pelindungan konsumen dan penanganan pengaduan.
Baca juga: OJK: Debt Collector Fintech Dapat Aduan Terbanyak, Bank di Urutan Kedua
Langkah berikutnya, kata Kiki, adalah memperkuat peran external dispute resolution (EDR) melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK). Lembaga ini memiliki wewenang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan PUJK, khususnya apabila tidak dapat diselesaikan melalui IDR.
Sanksi untuk PUJK “Nakal”
Terakhir, OJK juga menjatuhkan sanksi terhadap PUJK yang terbukti melakukan penagihan tidak sesuai dengan ketentuan, termasuk sanksi administratif berat.
“OJK tidak segan-segan mengenakan sanksi administratif berat kepada PUJK jika terbukti melakukan pelanggaran ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
Friderica menjelaskan bahwa penagihan oleh PUJK dilakukan terhadap debitur yang wanprestasi, sehingga perlu mempertimbangkan pula adanya itikad tidak baik dari konsumen yang menjadi penyebab dilakukannya penagihan.
Baca juga: OJK Tetapkan Status Normal Waspada untuk Asuransi, Ini Strategi Pemulihannya
PUJK telah mengatur mekanisme penagihan dalam perjanjian produk atau layanan antara PUJK dan konsumen jika terjadi wanprestasi.
Fokus utama OJK, khususnya dari sisi market conduct, adalah memastikan bahwa proses penagihan oleh PUJK dilakukan sesuai ketentuan, prosedur, dan kode etik yang berlaku.
“OJK telah mengeluarkan POJK sebagai rambu dalam melakukan penagihan serta melakukan pengawasan secara intensif serta mengenakan sanksi atas pelanggaran ketentuan yang ditemukan,” kata Friderica.
Berbagai langkah yang dilakukan OJK ini diharapkan mampu memperkuat pelindungan konsumen dari praktik penagihan yang tidak sesuai, sembari menjaga keseimbangan antara pelindungan dan pertumbuhan bisnis PUJK. (*)
Editor: Yulian Saputra










