Jakarta – PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) menargetkan proyeksi perusahaan hingga tahun ini masih akan mencapai target produksi batu bara sekitar 58-60 juta ton dengan melihat perkembangan pada harga batu bara itu sendiri.
Sementara itu menurut Chief Financial Official Adaro Energy Indonesia (ADRO), Lie Lukman mengatakan, terkait dengan capital expenditure (capex) dan dividen yang akan dikeluarkan oleh perusahaan masih akan melihat dari kinerja perusahaan hingga akhir tahun 2022.
“Kami masih menghitung berapa dana capex yang diperlukan dan kita akan jaga keseimbangan antara pengembalian apa yang kita dapat untuk mencapai kesinambungan profit di masa yang akan datang dengan kepentingan daripada investor untuk mendapatkan dividen dalam jangka yang pendek,” ucap Lukman dalam Public Expose di Jakarta, 12 September 2022.
Dalam transformasi bisnis yang dilakukan ADRO didorong oleh keinginan dunia dalam memperhatikan climate change. Sehingga, perusahaan dengan ini melibatkan tambang mineral dan prosesnya menggunakan energy hijau.
“Kita sudah menugaskan kelompok usaha kita adaro line untuk mengembangkan project-project penyerapan dan penyimpanan karbon dengan harapan bahwa jika project-project itu bisa menghasilkan karbon kredit, inilah yang digunakan untuk mengobserb emisi karbon dari usaha-usaha tambang kita yang ada sekarang ini,” ucap Direktur PT Adaro Energy Indonesia Tbk, M. Syah Indra Aman dalam kesempatan yang sama.
Namun, dalam upaya perusahaan melakukan transformasi bisnis ke energi baru terbarukan juga menghadapi tantangan seperti, diperlukannya jangka waktu yang cukup panjang, serta dengan melihat kondisi perekonomian ke depannya untuk memastikan teknologi energi baru terbarukan tersebut dapat bersaing dengan energi batu bara.
Di sisi lain, PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) yang merupakan salah satu Proyek strategis masional dan disponsori oleh Electric Power Development (J-Power), PT Adaro Power, dan ITOCHU Corporation telah mencapai status komersial dari proyek PLTU Batang.
PLTU tersebut memiliki kapasitas 2 x 1.000 MW dengan menggunakan teknologi Ultra Super Critical (USC). Sehingga, diharapkan BPI tersebut setelah beroperasi penuh akan menambah profit perusahaan sekitar USD35-40 juta per tahun. (*) Khoirifa