Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat per 20 September 2024, terdapat 30 perusahaan yang antre untuk melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO). Jumlah perusahaan tersebut bertambah tujuh dari 23 perusahaan pada 30 Agustus 2024 yang lalu.
Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyatakan pada periode tersebut, BEI juga telah berhasil mencatatkan 34 perusahaan tercatat dengan perolehan dana yang diraih sebanyak Rp5,15 triliun.
“Sampai dengan 20 September 2024 telah tercatat 34 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI dengan dana dihimpun Rp5,15 triliun. Hingga saat ini, terdapat 30 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI,” ucap Nyoman dalam keterangannya dikutip, 23 September 2024.
Baca juga: OJK Bakal Kaji Aturan Penggunaan Dana IPO
Lalu, dari sisi besaran aset, terdapat 17 perusahaan dengan aset skala menengah, 11 perusahaan dengan aset skala besar, dan sisanya dua perusahaan dengan aset skala kecil.
Kemudian, dengan adanya 30 perusahaan antre IPO di BEI, sektor konsumer non-siklikal masih mendominasi porsi antrean sebanyak 21,4 persen atau tercatat enam perusahaan.
Disusul oleh sektor konsumer siklikal dan energi yang masing-masing terdapat empat perusahaan atau mengisi porsi antrean IPO sebanyak 17,4 persen.
Selanjutnya, sektor bahan baku dan sektor industrial masing-masing sebanyak tiga perusahaan atau memiliki porsi 10,7 persen dari total perusahaan.
Baca juga: Cek Sektor Saham Potensial Cuan Usai BI dan The Fed Pangkas Suku Bunga
Adapun, sektor keuangan, sektor kesehatan, sektor infrastruktur, dan sektor properti terdapat dua perusahaan, lalu sisanya sektor transportasi dan sektor teknologi memiliki satu perusahaan.
Untuk pipeline aksi korporasi atau right issue per 20 September 2024 telah terdapat 15 perusahaan tercatat yang melakukan penerbitan right issue dengan total nilai Rp34,42 triliun.
Sementara, untuk pipeline obligasi telah diterbitkan 107 emisi dari 63 penerbit efek bersifat utang dan/atau sukuk (EBUS) dengan dana yang dihimpun sebesar Rp91,3 triliun. (*)
Editor: Galih Pratama