AAJI Soroti Risiko Penurunan Premi Pasca Bencana Sumatra

AAJI Soroti Risiko Penurunan Premi Pasca Bencana Sumatra

Poin Penting

  • AAJI menyoroti potensi penurunan premi (premium loss) dari pemegang polis yang terdampak bencana di Sumatra, selain fokus utama pada verifikasi dan pembayaran klaim.
  • Bencana memicu dampak ekonomi berantai, terutama bagi keluarga korban dan UMKM yang rentan kehilangan pendapatan serta berpotensi berhenti beroperasi tanpa cadangan.
  • AAJI menegaskan pentingnya proteksi asuransi untuk meminimalkan risiko finansial pasca bencana dan mendorong peningkatan penetrasi asuransi

Jakarta – Selain potensi klaim meninggal dunia dan kesehatan, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyoroti dampak lain dari bencana besar di Sumatra terhadap industri asuransi jiwa, yakni risiko premium loss atau penurunan premi dari para pemegang polis terdampak.

Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, mengatakan bahwa fokus utama industri saat ini masih pada pemetaan klaim dan verifikasi kondisi nasabah.

Namun, ia tidak menampik bahwa ada potensi sebagian nasabah terdampak bencana mengalami kesulitan membayar premi.

“Saya mesti lihat datanya, karena saat ini semua fokus pada berapa yang harus dibayarkan. Belum sampai berapa premi yang mungkin tidak lanjut di tahun-tahun ke depan ini,” ujarnya saat ditemui usai acara Konferensi Pers Kinerja AAJI Kuartal III 2025 di Jakarta, Senin (8/12).

Baca juga: AAUI Minta Respons Cepat Industri Asuransi di Tengah Pendataan Klaim Banjir Sumatra

Budi menjelaskan bahwa bencana kali ini bukan hanya menimbulkan kerugian materi dan korban jiwa, tetapi juga menimbulkan efek ekonomi berantai yang tidak selalu terlihat langsung.

Ia menekankan bahwa banyak keluarga di daerah terdampak yang menghadapi ketidakpastian finansial, terutama jika pencari nafkah menjadi korban.

“Dari sekian ratus ribu keluarga yang menjadi korban, what if si pencari nafkahnya mengalami musibah? Setelah itu kehidupan keluarganya bagaimana tanpa pencari nafkahnya?,” kata Budi.

Menurutnya, inilah saat di mana peran proteksi asuransi seharusnya benar-benar terasa. Kehilangan secara emosional tidak bisa dihindari, namun risiko kehilangan finansial dapat diminimalkan jika masyarakat telah memiliki perlindungan asuransi.

Hopefully emotional loss-nya tetap ada, tapi financial loss-nya bisa kita batasi,” tegasnya.

Budi juga menyoroti bahwa dampak ekonomi bencana tidak hanya dirasakan keluarga, tetapi juga sektor usaha, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang jumlahnya sangat besar di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara.

“Pastinya di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat itu banyak UMKM. Kalau satu UMKM kena musibah, banjirnya surut, sudah dibersihkan, masih bisa bangkit lagi nggak? Belum tentu semudah itu,” jelasnya.

UMKM, kata Budi, sangat rentan. Beda dengan perusahaan besar yang masih memiliki cadangan, UMKM bisa langsung berhenti beroperasi bila aset atau modalnya terseret banjir.

Baca juga: Implementasi PPP Diharapkan Mampu Tingkatkan Penetrasi Asuransi di Indonesia

“Tapi kalau memang ada proteksi asuransinya, hopefully dia masih bisa memulai lagi dari kehidupannya setelah banjir, dengan manfaat asuransi yang dibayarkan,” ungkapnya.

Karena itu, Budi kembali mengingatkan pentingnya peningkatan penetrasi asuransi, baik jiwa maupun umum, di masyarakat.

Menurutnya, bencana memang tidak bisa dicegah, namun dampak ekonomi pasca bencana bisa diminimalkan jika perlindungan asuransi telah dimiliki oleh lebih banyak orang.

“Yang seharusnya bisa kita cegah adalah jangan sampai kehidupan jadi mandek, usaha jadi mandek setelah musibahnya berlalu,” imbuhnya. (*) Alfi Salima Puteri

Related Posts

News Update

Netizen +62