Jakarta – Keputusan Pemerintah untuk kembali menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi dinilai cukup mengagetkan seluruh pihak. Bagaimana tidak, keputusan tersebut diambil disela-sela bencana alam yang baru saja terjadi di beberapa wilayah Indonesia.
Keputusan Pemerintah tersebut juga dinilai akan menganggu angka inflasi nasional khususnya pada bulan Oktober tahun ini yang dapat mengakibatkan stagnansi pertumbuhan ekonomi secara tahunan.
“Kenaikan harga BBM non subsidi akan mempengaruhi inflasi bulan oktober sebesar 0,1% hingga 0,15%. Setelah agustus dan september terjadi deflasi,” kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara ketika dihubungi oleh Infobank di Jakarta, Jumat 12 Oktober 2018.
Bhima juga menyebut, kenaikan harga BBM tersebut juga dikhawatirkan berdampak terhadap kenaikan biaya transportasi dan memicu kenaikan harga bahan pokok termasuk makanan dan non makanan yang lebih mahal.
“Untuk efek ke konsumsi rumah tangga tahun ini bisa stagnan di 4,9 persen hingga 5%. Pengeluaran rumah tangga untuk bahan bakar naik sementara pendapatan masyarakat tidak naik signifikan,” kata Bhima.
Selain itu, Bhima menambahkan, dalam jangka panjang yang terjadi ialah beberapa sektor industri dikhawatirkan akan mendapat imbas akibat daya beli yang melemah dan stagnansi konsumsi rumah tangga akibat kenaikan BBM tersebut.
“Perilaku masyarakat juga akan lebih banyak menahan belanja, mengalihkan ke tabungan sehingga sektor yang akan terpukul adalah ritel, barang elektronik dan kendaraan bermotor,” tukas Bhima. (*)