Nusa Dua – Bank Indonesia (BI) menilai, peningkatan ekspor dan pariwisata merupakan bagian kunci ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan global. Di mana, proses normalisasi negara maju, khususnya AS telah membawa dampak global, khususnya terhadap negara-negara berkembang.
Demikian disampaikan oleh Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, dalam seminar Reinventing Bretton Woods Committee yang bertema “The Shadow of Neo Protectionism and Coping With The Challenges of The Normalisation Process” yang dilaksanakan dalam rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank 2018, di Nusa Dua, Bali, Kamis, 11 Oktober 2018.
“Kebijakan-kebijakan ekonomi AS dan Tiongkok khususnya, telah membawa pengaruh kepada negara berkembang, termasuk dari sisi nilai tukar,” ujarnya.
Dalam kondisi global tersebut, kata dia, Indonesia sebagai negara yang memiliki defisit transaksi berjalan terus menjaga agar defisit tersebut berada pada level yang aman. Defisit yang terjadi saat ini terkait kebutuhan pembangunan infrastruktur, mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar memang sangat membutuhkan fasilitas seperti bandara, pelabuhan dan tol laut.
Di samping infrastruktur, impor minyak Indonesia juga menjadi salah satu faktor berpengaruh saat ini. Untuk itu, Pemerintah telah mendorong penggunaan B20, yaitu bahan bakar yang dicampur dengan minyak kelapa sawit, untuk mengurangi kebutuhan impor. Dengan kebutuhan impor yang masih besar, semakin penting bagi Indonesia untuk mendorong ekspor dan pariwisata.
Selain itu, tambah dia, berbagai destinasi wisata pun terus dikembangkan oleh pemerintah, agar wisatawan asing memiliki pilihan destinasi selain Bali. Jumlah wisatawan yang datang ke Indonesia ditargetkan terus bertambah, yaitu 20 juta orang pada 2020 dan 25 juta pada 2025, yang diharapkan dapat menambah penerimaan devisa negara.
Dirinya juga tak lupa mengingatkan agar seluruh peserta yang hadir yang berasal dari berbagai negara, untuk berbelanja produk-produk buatan Indonesia. (*)