DPR Minta Persoalan Pajak Air Permukaan Inalum Diselesaikan

DPR Minta Persoalan Pajak Air Permukaan Inalum Diselesaikan

Jakarta–Ketua Komisi VI DPR RI, Hafisz Tohir meminta pemerintah pusat untuk mencarikan solusi persoalan pajak air permukaan (PAP) yang masih terus menghantui PT PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

Pasalnya, hingga saat ini, perusahaan pelat merah tersebut masih tetap merasa keberatan dengan tingginya PAP.

Hal ini dikatakan Hafisz menanggapi keberatan dan protes PT Inalum. Perusahaan milik BUMN tersebut keberatan dengan langkah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang menagih pajak air permukaan (PAP) terhadap Inalum berdasarkan tarif industri progresif sebesar Rp 1.444/m3, di mana pajak selama 1 tahun PT Inalum (Asahan II) mencapai Rp500 miliar lebih. Oleh karenanya, PT Inalum meminta Pemprov Sumut untuk mengganti beban pajaknya berdasarkan tarif pembangkit listrik, bukan tarif industri.

Melihat kondisi ini, Komisi VI DPR RI tak ingin persoalan ini terus berlarut-larut, apalagi Inalum merupakan salah satu BUMN yang cukup besar memberikan keuntungan bagi negara.

“Sepanjang ini Inalum cukup moncer dalam hal mencetak laba. Saya kira pemerintah pusat dan kementerian terkait serta Pemda Sumut yang harus clear-kan,” kata Hafisz kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 3 Desember 2015.

Hafisz menyayangkan persoalan tersebut bisa berlarut-larut. Padahal semestinya bisa cepat diatasi karena keduanya sama-sama bagian dari pemerintahan.

Hal ini penting segera diselesaikan, agar Inalum sebagai bagian dari BUMN segera bisa melakukan pengembangan usahanya dan tidak lagi menemui kendala birokrasi.

“Jadi ini kan urusan pemerintah dengan pemerintah (BUMN). Alangkah baiknya segera diselesaikan,” jelasnya.

Komisi VI pun menyarankan agar ada perbaikan aturan birokrasi dalam industri dan dunia usaha. Tujuannya agar tercapai pertumbuhan ekonomi sesuai target.

Sementara itu, Pakar dan Praktisi Hukum Indonesia, Prof. Dr Bismar Nasution, SH, MH menjelaskan, dalam Pasal 9 ayat (3) Pergubsu ditafsirkan hanya untuk pembangkit listrik PLN (Persero), maka terhadap PT Inalum (Persero) dikenakan harga dasar Air Permukaan berdasarkan kubikasi air mengalir untuk golongan industri berdasarkan Lampiran I dan Lampiran II Pergubsu, sehingga jumlah pajak terhutang PT Inalum (Persero) menjadi sangat besar karena dihitung berdasarkan kubikasi air mengalir.

“Hal inilah yang menjadi kurang adil bagi PT Inalum (Persero) yang pada kenyataannya menggunakan air permukaan yang cukup besar dalam rangka menjalankan PLTA,” katanya. (*) Dwitya Putra

Related Posts

News Update

Top News