Lombok – Untuk meringankan beban para korban gempa di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) memberikan debitur yang terkena musibah gempa untuk mendapatkan restrukturisasi kredit. Langkah ini sejalan dengan arahan dari regulator untuk memberikan perlakuan khusus terhadap debitur yang terdampak gempa di NTB.
Perlakuan khusus tersebut diterapkan terhadap kredit dan pembiayaan syariah dari perbankan yang dimiliki debitur atau proyek yang berada di lokasi terdampak gempa. Perlakuan khusus yang diberikan mengacu pada Peraturan OJK no. 45/POJK/03/2017 tentang perlakukan khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam.
“Kami berusaha meringankan beban mereka dengan memberikan sejumlah skema restrukturisasi yang disesuaikan dengan kondisi debitur baik debitur ritel maupun institusi yang terdampak gempa,” ujar Direktur Utama Bank BTN, Maryono dalam keterangannya, Lombok, Senin, 27 Agustus 2018.
Berdasarkan data Bank BTN per 26 Agustus 2018, tercatat ada 674 debitur kredit konsumer yang terdampak gempa dari total 15.864 debitur BTN di NTB . Debitur yang terdampak gempa memiliki baki debit atau outstanding kredit sebesar Rp79,3 miliar. Sebagian dari debitur, atau sekitar 124 orang merupakan debitur kolektif yang bekerja di sektor perhotelan.
Sedangkan untuk para debitur yang terdampak gempa, Bank BTN akan memberikan restrukturisasi dalam bentuk pemberian grace period atau masa tenggang/ kelonggaran waktu untuk membayar angsuran/cicilan pinjaman pokok maksimal 2 tahun dan keringanan lain yang menyesuaikan kondisi debitur. Maryono memastikan akan memberikan diskon untuk denda dan bunga sampai dengan 100 persen bagi debitur yang disetujui mendapatkan restrukturisasi.
“Pemberian grace period diterapkan dengan meninjau lebih dulu kerugian material yang diderita para debitur, kami tidak pukul rata karena kami memahami kondisi setiap debitur berbeda dalam menghadapi bencana ini,” kata Maryono.
Selain pemberian grace period, perseroan juga menjanjikan akan memberikan tambahan kemudahan yang lain, misalnya penjadwalan pembayaran angsuran, atau penjadwalan ulang waktu jatuh tempo yang akan diberikan kepada debitur yang terkena dampak gempa secara langsung maupun tidak langsung.
Tambahan skema restrukturisasi tersebut diberikan untuk memberikan kesempatan kepada debitur dalam memulihkan bisnisnya yang mengalami kerusakan akibat gempa.
Sementara para debitur kredit komersial yang proyeknya terdampak gempa, Maryono mengaku masih melakukan pendataan dan proses verifikasi data. Namun sejauh ini, berdasarkan pendataan per 26 Agustus 2018, ada sekitar 14 debitur dari kalangan pengembang property yang mengajukan restrukturisasi.
“Rata-rata pengembang rumah tapak yang terdampak gempa, kami masih melakukan verifikasi data diantaranya laporan keuangan, kondisi kas perusahaan, penjualan, penyebab penurunan penjualan dan kemampuan finansial dan manajemen serta hal–hal lain untuk kami pertimbangkan mendapatkan restrukturisasi apakah berupa grace period, penundaan pokok dan lain sebagainya,” jelas Maryono.
Untuk mempermudah debitur Bank BTN mengajukan proses restrukturisasi, Bank BTN membuka counter atau loket khusus untuk melayani restrukturisasi di perumahan-perumahan yang terdampak gempa. Adapun proses persetujuan restrukturisasi, menurut Maryono akan dilakukan secepatnya. Pihaknya juga memastikan operasional Bank BTN tidak terganggu paska gempa yang melanda NTB.
Selain program resturkturisasi kredit juga mengalir santunan dan bantuan langsung, baik berupa obat-obatan dan makanan tapi juga dalam bentuk dana renovasi rumah serta dukungan pembangunan rumah sementara bagi warga korban gempa. Sementara untuk
pembangunan rumah penampungan sementara bagi korban gempa Bank BTN menggandeng Universitas Diponegoro di kawasan Lombok Utara.
Rumah tersebut dibangun untuk menampung sekitar 891 orang yang rumahnya hancur terguncang gempa. “Renovasi rumah warga kami akan berikan ke sekitar 30 kepala keluarga yang tersebar di sejumlah lokasi seperti di Lombok Utara, Barat dan Mataram dengan nilai bantuan per rumah sekitar Rp15 juta hingga Rp30 juta,” tutup Maryono. (*)