Industri multifinance masih menarik buat investor. Kendati diwarnai pelanggaran good corporate governance (GCG) beberapa perusahaan, pertumbuhan pembiayaan industri ini masih positif. Pada 2017 industri multifinance mencatat pertumbuhan pembiayaan sebesar 7,05% dan laba yang diraih industri ini tumbuh 10,75%, dengan ROA 4,03% dan ROE 12,28%. Ada 11 perusahaan pembiayaan yang bahkan membukukan ROE di atas 20%. Misalnya seperti BCA Finance yang ROE-nya 42,78%.
Per Mei 2018, industri multifinance meraih pertumbuhan pembiayaan 6,37% dengan laba bersih melonjak 24,22%. Hanya ironisnya, di tengah industrinya yang tumbuh positif tapi banyaknya perusahaan pembiayaan yang kinerjanya tergelincir, dengan mencatat kerugian akibat pertumbuhan pembiayaannya anjlok maupun digerogoti pembiayaan macet. Yang lebih berat lagi sejumlah perusahaan yang labanya minus itu memiliki modal cekak, atau jauh di bawah ketentuan minimum regulator.
Sejak awal 2017 sampai saat ini, ada sepuluh perusahaan pembiayaan yang izinnya dicabut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu Rukun Rahardjo Sedoyo, Dinners Jaya Indonesia Internasinal, Adira Quantum Multifinance, Magna Finance, Arjuna Finance, Maestro Prima Finance, Surya Nordfinans, Arthabuana Margausaha Finance, Patra Multifinance, dan JA Mitsui Leasing Indonesia yang melikuidasi diri meninggalkan bisnis multifinance. Selain itu, ada 10 perusahaan pembiayaan yang sedang terkena sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU).
Perusahaan-perusahaan yang PKU harus segera memperbaiki diri agar tidak terkena sanksi berikutnya yaitu pencabutan izin. Begitu juga perusahaan-perusahaan multifinance yang modalnya cekak pemiliknya harus menambah modal agar sesuai ketentuan regulasi dan bisa memanfaatkan potensi yang ada di pasar karena secara industri masih menyediakan ruang pertumbuhan yang baik.
Perusahaan pembiayaan mana yang berkinerja sangat bagus dan yang jeblok dan modalnya kurang?
Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 481 Agustus 2018 edisi cetak atau versi digital di Infobankstore.com