Batam – Bank Indonesia (BI) meyakini, neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2018 akan kembali mencatatkan surplus sebesar US$1,1 miliar dari posisi neraca perdagangan sebelumnya yang mengalami defisit sepanjang tiga bulan terakhir.
Asal tahu saja, pada Januari 2018, neraca perdagangan mengalami defisit sebesar US$756 juta, kemudian pada Februari 2018 neraca perdagangan juga tercatat defisit sebesar US$116 juta meski sudah mengalami penurunan yang cukup signifikan dari bulan sebelumnya.
“Di Maret ini akan ada surplus kira-kira US$1,1 miliar. Jadi neraca perdagangan kita di kuartal I 2018 akan positif,” ujar Agus di Batam, Jumat, 13 April 2018.
Dengan perkiraan surplus yang cukup besar di Maret 2018, maka akan mengkompensasi defisit di neraca perdagangan Januari dan Februari 2018 sehingga secara keseluruhan pada kuartal I 2018 (Januari-Maret) indikator ekspor impor akan berada dalam level positif.
Baca juga: Awal Tahun Neraca Perdagangan RI Alami Defisit US$670 Juta
Kendati kinerja neraca perdagangan di bulan Maret 2018 akan mengalami surplus, namun demikian dirinya memperirakan, neraca transaksi berjalan (current account) di kuartal I 2018 masih akan mencatat defisit di kisaran 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Jadi sedikit ada tekanan tapi nanti akan kembali terkendali karena secara umum selama transaksi berjalan terhadap PDB itu di bawah tiga persen kami melihat itu masih sehat,” ucapnya.
Akan tetapi, Agus belum bisa mengelaborasi penyebab surplus neraca perdagangan pada Maret 2018 itu. Namun jika melihat indikator ekspor seperti pemulihan ekonomi negara negara mitra dagang, kemudian indeks produksi industrial, kinerja ekspor memang berpeluang membaik pada Maret 2018 ini.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal IV 2017 adalah 2,6 persen, membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,3 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal IV 2017 mencapai 2 persen, meningkat dibandingkan kuartal III 2017 yang sebesar 1,9 persen.
Di sisi lain, lanjut Agus, meskipun ekspor meningkat, impor juga mengalami kenaikan. Penyebabnya, ambisi tinggi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan memacu kenaikan laju impor barang baku dan barang modal yang masih mengandalkan sumber manufaktur luar negeri.
“Impor bahan baku yang cukup meningkat untuk mengisi dan memenuhi kebutuhan manufakturing untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2018,” tutupnya. (*)