Jakarta – Ratusan penambang batu bara skala kecil diperkirakan bakal gulung tikar, menyusul adanya ketentuan harga jual batu bara untuk pembangkit listrik yang ditetapkan melalui Kepmen ESDM, yang besarannya di bawah biaya produksi.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, pada prinsipnya APBI mematuhi keputusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan menjalankan apa yang telah diamantkan dalam Kepmen.
Beberapa keluhan dari pengusaha juga diakomodasi dengan baik oleh pemerintah misalnya soal ketentuan yang awalnya berlaku surut Januari 2018, akhirnya direvisi.
“Namun, dalam perjalanannya, ada imbas lain dari keberadaan Kepmen ini yang perlu dicermati, dalam hal ini adalah kelanjutan nasib penambangpenambang kecil,” kata Hendra di Jakarta, Sabtu, 24 Maret 2018.
Mengacu pada Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 Tentang Harga Batubara untuk Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum disebutkan bahwa harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebesar USD70 per metrik ton Free On Board (FOB) Vessel yang didasarkan atas spesifikasi acuan pada kalori 6.322 kcal/kg GAR, total moisture 8 persen, total sulphur 0,8 persen dan ash 15 persen.
Adapun jika spesifikasinya berbeda, maka menggunakan formula yang sudah ditentukan yang merupakan bagian tak terpisah dari kepmen tersebut.
Baca juga: Pengusaha Dukung Kebijakan Pemerintah Terkait Harga Batu Bara
“Harga acuan dalam Kepmen disebutkan USD70 per ton, tapi harus diingat itu adalah untuk kalori 6.322. Sementara batu bara yang diserap oleh pembangkit listrik umumnya di kisaran 4000-5000 kalori, dan batu bara yang diproduksi penambang kecil bahkan banyak yang di bawah itu. Harga jualnya sekitar USD30-40 per ton , dan yang termurah bahkan bisa sampai di bawah USD19 per ton. Ini tentunya di bawah biaya produksi,” terang Hendra.
Menurut Hendra, bagi perusahaan batu bara skala besar, harga itu masih bisa ditutupi dengan adanya pendapatan dari ekspor batubara.
“Bagi perusahaan besar, secara komulatif mungkin tidak rugi, hanya margin keuntungan yang berkurang, karena tertutupi oleh pendapatan dari ekspor,” katannya.
Namun, kata dia, bagi perusahaan kecil, umumnya batu bara yang dihasilkan memiliki kalori rendah, dan sepenuhnya dijual kepada PLN. “Kalau untuk ekspor pastinya kurang laku, jadi mau tak mau mereka jual ke PLN,” katanya.
Menurut Hendra, jumlah pasokan batubara dari penambang kecil jumlahnya memang tidak banyak, yakni sekitar 6-7 juta ton, dari total pasokan untuk PLN sekitar 5 persen saja dari. Selebihnya dari adalah dari perusahaan besar.
Dia khawatir bahwa jika ini dibiarkan, maka penambang kecil yang terpaksa jual rugi ke PLN, akhirnya menghentikan kegiatannya. Dampaknya tidak saja berkurang pasokan untuk PLN sebanyak 6-7 juta ton, namun yang mesti dicermati adalah dampak lanjutannya. “Berapa banyak orang yang akan kehilangan mata pencahariannya, dan tentunya pendapatan daerah setempat juga akan terdampak,” tutupnya. (*)