Jakarta – Pemerintah dinilai kurang memperhatikan penyaluran investasi ke sektor yang lebih menyerap tenaga kerja. Hal tersebut tercermin dari terus tumbuhnya angka investasi namun tidak sejalan dengan penyerapan tenaga kerja yang semakin menurun.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di tahun 2017 penyerapan tenaga kerja tercatat 1,17 juta orang. Angka ini turun sekitar 216 ribu orang atau -15,5% dibanding penyerapan tenaga kerja tahun 2016 yang jumlahnya 1,39 juta orang.
Sementara realisasi investasi di Indonesia sepanjang 2017 terus tumbuh 13,1% atau mencapai Rp692,8 triliun.
“Artinya realisasi investasi yang tumbuh 13,1% sepanjang 2017 lebih banyak masuk ke sektor padat modal dibandingkan padat karya,” ungkap Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira kepada Infobank, Rabu 31 Januari 2018.
Bhima menilai, bila kondisi tersebut tidak cepat dibenahi maka dapat mengakibatkan darurat ketenagakerjaan. Dirinya juga mengimbau Pemerintah agar lebih mengarahkan investasi ke sektor pengolahan dan manufaktur agar tenaga kerja terserap dengan baik.
“Darurat tenaga kerja kalau dibiarkan maka daya beli masyarakat bisa turun, ujungnya pertumbuhan ekonomi bisa stagnan di 5%,” tambah Bhima.
Sebagai informasi, investasi Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor jasa porsinya tercatat terus meloncat dari 26,8% ke 40,3% dari total investasi. Sementara porsi investasi di sektor industri pengolahan atau manufaktur baik PMA maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terus merosot dari 54,8% ke 39,7%.
“Ini sinyal bagi Pemerintah bahwa insentif bagi investor yang masuk ke sektor industri atau padat karya tidak berjalan efektif. Begitu juga dengan sektor konstruksi yang sedang dikembangkan melalui proyek infrastruktur belum ampuh menyerap tenaga kerja,” tukas Bhima.(*)