Surabaya – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menunda rencana mengeluarkan aturan rasio kredit terhadap nilai agunan (loan to value) berdasarkan wilayah (LTV Spasial) yang sebelumnya akan diterbitkan dalam waktu dekat di tahun ini.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, ada beberapa alasan yang mendasar bagi BI untuk menunda mengeluarkan kebijakan LTV Spasial tersebut. Pasalnya, sejauh ini pihaknya masih terus melakukan kajian lebih jauh untuk mengeluarkan aturan ini.
Dia menambahkan, bahwa kajian terkait dengan aturan LTV Spasial ini akan dibahas lebih jauh dalam Rapat Dewan Gubernur BI bulan ini. Bahkan, Bank Sentral juga memberi sinyal bahwa pihaknya tak bisa menjanjikan payung hukum mengenai aturan tersebut diterbitkan pada tahun ini.
“Kami masih mendalami, dan dalam pertemuan rapat dewan gubernur akan kami bagas. Belum terlibat akan keluar dalam waktu dekat,” ujarnya di Surabaya, Jawa Timur, dikutip Jumat 10 November 2017.
Agus menjelaskan, beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bank sentral adalah dari kondisi pertumbuhan kredit properti di tiap wilayah, kondisi rasio kredit bermasalah di sektor properti, dan lainnya. Maka dari itu, bank sentral masih perlu mengkaji rencana tersebut.
“Dari analisa indikator yang lain, itu belum terlalu kuat kalau kita mengeluarkan kebijakan atas dasar spasial,” ucapnya.
Meskipun aturan LTV belum dapat dipastikan kapan akan keluar, namun dirinya memastikan akan segera mengeluarkan aturan rasio pembiayaan terhadap pendanaan atau financing to funding ratio (FFR). Rencananya, payung hukum aturan ini akan dikeluarkan pada semester satu tahun depan.
“Kami akan lakukan penyelerasan, dan itu di semester pertama 2018,” ucapnya.
Ketentuan Financing to Funding Ratio ini merupakan penyempurnaan dari kebijakan loan to Funding Ratio (LFR). Dengan adanya penyempurnaan ini, perbankan akan terdorong untuk meningkatkan fungsi intermediasi pembiayaan ke sektor infrastruktur, selain melalui penyaluran kredit.
LFR merupakan rasio pembiayaan terhadap pendanaan bank. Di mana saat ini, pembiayaan yang disalurkan bank hanya dihitung berdasarkan penyaluran kredit. BI berencana untuk menambah komponen perhitungan pembiayaan tersebut dengan pembelian obligasi korporasi yang dilakukan bank, dan bukan hanya melalui penyaluran kredit saja.
Perubahan skema LFR ke FFR ini bertujuan agar fungsi intermediasi bank dapat lebih efektif. Kontribusi bank tidak akan berkurang karena penyaluran pembiayaan bank dengan membeli obligasi akan turut memberikan kontribusi ke perekonomian, melalui pasar modal. (*)