Jakarta–Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) yang sampai saat ini terus berfluktuasi, bahkan sempat menyentuh di level 14.700-an per US$, membuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terdorong untuk melakukan audit kebijakan stabilitas nilai tukar yang dibuat Bank Indonesia (BI).
Namun demikian, BPK selaku kantor auditor negara tersebut masih menunggu arahan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Ketua BPK Harry Azhar Aziz mengungkapkan, dalam ketentuan Undang-Undang (UU), BI merupakan lembaga yang bersifat independen sehingga kebijakannya tidak bisa diaudit.
“Soal audit kinerja BI itu belum, kita dalam UU BI tidak di perkenankan, kecuali atas permintaan DPR. Pak Ketua DPR sudah bicara kepada saya dan saya katakan itu wewenang DPR,” ujar Harry kepada Infobank, di Jakarta, Jumat, 23 Oktober 2015.
Menurut Harry, sejauh ini BPK hanya bisa mengaudit laporan keuangan tahunan BI saja dan tidak bisa mengaudit kebijakan moneter yang mencakup keseluruhan kebijakan, termasuk kemungkinan adanya konflik kepentingan dalam pengendalian nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
“Audit cuma laporan keuangannya saja, jadi yang tiap tahunan mereka, kita yang audit. Tetapi kalau kinerja ya seperti monetary policy itu kita tidak diperkenankan, kecuali atas permintaan dari DPR-RI,” tukasnya.
Lebih lanjut Harry menambahkan, bahwa sampai saat ini pihaknya belum menerima surat dari Komisi XI DPR-RI terkait audit kinerja BI mengenai stabilitas nilai tukar rupiah. Kendati demikian, BPK telah menerima laporan bahwa pihak DPR tengah melakukan pembahasan mengenai persoalan tersebut.
“Sampai sekarangkan belum ada surat dari DPRnya. Saya cumaa dapat laporan katanya sedang dibicarakan tapai gak tau hasilnya. Mereka serius minta audit kinerja tentang kebijakan moneter,” tutup Harry. (*) Rezkiana Nisaputra