Jakarta–Pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah menerbitkan izin prinsip sebesar Rp1.291 triliun untuk periode Januari- September 2015. Angka ini menunjukkan peningkatan 36% dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp951 triliun.
“Capaian izin prinsip ini menunjukkan bahwa persetujuan investasi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam masa satu tahun pemerintahan Jokowi-JK cukup tinggi,” kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Franky Sibarani dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu, 21 Oktober 2015.
Menurutnya, capaian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai izin prinsip tersebut cukup signifikan, terlebih dalam situasi perekonomian global yang melambat dan pemerintah sedang fokus untuk membangun fondasi iklim investasi yang memberikan kemudahan kepada investor.
“Pengajuan izin prinsip ini merupakan langkah awal untuk mendorong peningkatan realisasi investasi,” kata dia.
Dia mengatakan setahun ini, BKPM bersama Kementerian lain terus melakukan terobosan kemudahan layanan perizinan, mulai penerapan sistem perizinan online di BKPM, implementasi PTSP Pusat hingga yang terbaru izin investasi 3 Jam, mulai 26 Oktober mendatang.
“Pertumbuhan izin prinsip ini mengindikasikan penerimaan investor atas terobosan layanan investasi yang dilakukan pemerintah,” ujar Franky.
Franky merinci, dari jumlah tersebut, sektor infrastruktur yang juga merupakan sektor prioritas merupakan kontributor terbesar dengan kenaikan mencapai 202% dari sebelumnya Rp188 triliun menjadi Rp569 triliun. Sementara dari sisi prosentase kenaikannya, sektor pertanian merupakan yang tertinggi dengan mencatatkan kenaikan 241%, dari Rp18 triliun menjadi Rp61 triliun.
“Sektor lain yang juga mencatatkan pertumbuhan signifikan adalah sektor pariwisata dan kawasan yang mencatatkan pertumbuhan 127% dari sebelumnya Rp79,7 triliun menjadi Rp181 triliun. Juga industri padat karya yang naik 40% menjadi Rp55,6 triliun dari sebelumnya Rp39,8 Triliun,” jelasnya.
Namun demikian, dia juga mencatat masih ada beberapa sektor prioritas yang memerlukan perhatian karena menunjukkan penurunan dibandingkan sebelumnya. Diantaranya sektor hilirisasi sumber daya mineral turun 82% dari sebelumnya Rp203 triliun menjadi Rp36 triliun, kemudian sektor Industri subsitusi impor turun 59% dari sebelumnya Rp237 triliun menjadi Rp 98 triliun. (*) Ria Martati