Jakarta–Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 13/2017 tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam kegiatan usaha pada 27 Maret 2017 mulai diprotes, salah satunya dari Asosiasi Emiten Indonesia (AEI).
Memang protes tersebut bukan lantaran karena isi dari peraturan, tetapi karena penerapannya terlalu cepat, yaitu berlaku untuk laporan keuangan tahun buku 2016.
Dalam POJK tersebut para perusahaan tercatat di pasar modal diwajibkan menggunakan AP ataupun KAP yang terdaftar di OJK. Penetapannya juga melalui RUPS dan berdasarkan rekomendasi dari komite audit dan dewan komisaris.
“Itu dikeluarkan Maret 2017, enggak semua tersosialisasi. Lalu ini pelaksanaannya berdasarkan laporan keuangan 2016. Sebagian emiten tentunya sulit untuk memenuhi dengan waktu yang pendek sekali,” kata Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Fransiscus Welirang di Gedung BEI, Jakarta, Rabu, 6 September 2017.
Fransiscus juga menyesali terkait pengenaan sanksi berupa denda bagi emiten yang belum menjalankan. Tercatat bagi emiten yang terlambat menyampaikan laporan berkala sampai dengan 30 hari berikutnya dikenakan dengan Rp100 ribu per hari atau Rp3 juta maksimal, dan jika belum disampaikan sampai melebihi batas waktu itu maka dendanya sebesar Rp5 juta.
Denda tersebut terbilang kecil. Namun pengenaan denda bisa menjadi catatan buruk bagi corporate secretary yang menangani urusan tersebut.
“Kalau dikenakan denda atau penalti itu kan KPI-nya corsec,” tambah Fransiscus.
Hal serupa juga disampaikan Sekjen AEI, Isaka Yoga. Meskipun secara isi aturan itu dinilainya tidak ada masalah dan untuk melindungi investor. “Jadi nanti harus lewat rekomendasi komite audit,” jelasnya kepada Infobank.
Sekadar informasi, hari ini OJK bersama dengan AEI kembali menggelar sosialisasi terkait POJK tersebut. Acara ini dihadiri berbagai perwakilan emiten. (*)
Editor: Paulus Yoga