Jakarta–Melonjaknya saham PT Minna Padi Investama Tbk (PADI) yang bergerak tak wajar sejak pekan lalu membuat pelaku investor bertanya-tanya. Berdasarkan rumor yang beredar, saham PADI yang melonjak tak wajar ini dipicu oleh adanya wacana perseroan yang akan mengakuisisi saham Bank Muamalat.
Namun demikian, rumor tersebut dibantah oleh manajemen PADI. Direktur Utama Minna Padi, Djoko Djoelijanto, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu, 2 Agustus 2017 menegaskan, bahwa sejauh ini pihaknya belum ada kesepakatan dengan manajemen Bank Muamalat terkait dengan rumor akuisisi tersebut.
“Sampai saat ini tidak ada kesepakatan untuk mengadakan aksi tersebut, jadi jika ada corporate action yang akan kami lakukan tentunya kami akan menyampaikan dalam keterbukaan informasi pada Bursa Efek Indonesia,” ujarnya.
Pihaknya mengaku, akan memberikan informasi jika terjadi kesepakatan, namun tidak jika masih dalam tahap penjajakan saja. Dirinya menyampaikan ketidaktahuannya akan asal rumor yang beredar terkait rencana PADI yang akan mengakuisisi Bank Muamalat. “Kami tidak tahu rumor itu datangnya dari mana,” tegas Djoko.
Namun demikian, dirinya tidak menampik, bahwa perseroan akan meningkatkan kinerja dan nilai tambah bagi para pemegang saham. “Kami selalu mencari peluang untuk mengembangkan usaha,” jelasnya.
Sebagai informasi, dalam beberapa hari belakangan harga saham PADI meningkat secara signifikan, bahkan BEI menghentikan sementara perdagangan (suspend) saham emiten jasa keuangan tersebut dan meminta melakukan paparan publik insidentil. Pasalnya, kenaikan harga saham PADI lebih dikarenakan apresiasi pelaku pasar terhadap kinerja keuangan perseroan yang mengalami peningkatan signifikan.
“Mungkin lebih karena kinerja keuangan sebab mencatatkan laba bersih, sementara sebelumnya mencatakan rugi,” ucap Djoko.
Dirinya merinci, pada akhir Juni 2017, perseroan mencatatkan laba tahun berjalan Rp32,17 miliar , sedangkan periode yang sama tahun lalu merugi Rp395,76 juta. Hal itu ditopang oleh peningkatan pendapatan usaha perseroan yang sebesar 448,97 persen yakni menjadi Rp40,51 miliar dari Rp7,38 miliar diperiode yang sama tahun sebelumnya.
“Peningkatan pendapatan lebih disebabkan peningkatan perantara perdagangan efek sebesar 633,39 persen menjadi Rp38,19 miliar dari Rp5,21 miliar,” tutup Djoko. (*)
Editor: Paulus Yoga