Jakarta – Kebijakan dan program kerja yang sudah dijalankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak mulai beroperasi pada 2013 dinilai beberapa pihak sudah sesuai dengan yang diamanatkan UU 21/2011 untuk mengatur dan mengawasi kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel.
Menurut pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto, berbagai kebijakan dan program kerja OJK, sudah sejalan dalam mewujudkan perekonomian nasional yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
“Perlu keberlanjutan dari program yang telah dibangun dan dikerjakan OJK ini. Pasalnya saat ini sangat diperlukan peran stabilitas sektor keuangan dan perlindungan konsumen keuangan seperti yang telah dilakukan OJK. Apalagi transisi kepemimpinan DK-OJK saat ini belum tuntas, sehingga perlu dilanjutkan,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta.
Saat ini, kata dia, perlu diakui bahwa OJK telah melakukan berbagai inisiatif strategis, seperti edukasi keuangan yang masif serta inklusi keuangan yang terus berkesinambungan ke berbagai lapisan masyarakat di seluruh daerah.
Dalam melanjutkan program tersebut, ke depan anggota DK-OJK yang terpilih nantinya harus mampu menjalin komunikasi dan berkoordinasi dengan lembaga terkait lainnya seperti Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) maupun lembaga lainnya.
“Aspek kemampuan untuk berkoordinasi dengan BI misalnya, sangat dibutuhkan. Tujuannya, agar mampu menjaga sektor keuangan dan integritas. Fungsinya, agar pengawasan jauh lebih objektif, terutama di sektor mikroprudential,” ucap Eko.
Prinsip-prinsip saling memperkuat kewenangan dari masing-masing lembaga, lanjut Eko, harus diprioritaskan dalam memperlancar tugas menjaga kestabilan sistem keuangan Indonesia.
Anggota Dewan Komisioner OJK dalam periode pertama lima tahun ini telah berhasil membangun infrastruktur kelembagaan OJK sesuai dengan amanat yang ditugaskan untuk membangun industri jasa keuangan yang sehat.
Selama 2013 sampai September 2016, OJK telah menerbitkan regulasi di sektor jasa keuangan sebanyak 142 Peraturan OJK dan 119 Surat Edaran OJK. Serta meluncurkan berbagai program strategis seperti Laku Pandai, Jaring, Layanan Keuangan Mikro, Simpanan Pelajar, Sistem Perijinan dan Registrasi Terintegrasi, Tim Percepatan Akses Keuangan Pemerintah Daerah (TPAKD) dan Satgas Waspada Investasi.
Dewan Komisioner OJK periode pertama ini juga telah melahirkan Masterplan Sektor Jasa Keuangan 2015 – 2019, yang terdiri dari tiga arah pengembangan sektor jasa keuangan yaitu kontributif, stabil dan inklusif.
Aspek kontributif adalah mengoptimalkan peran sektor jasa keuangan dalam mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional, aspek stabil adalah menjaga stabilitas sistem keuangan sebagai landasan bagi pembangunan yang berkelanjutan dan aspek inklusif adalah mewujudkan kemadirian finansial masyarakat serta mendukung upaya peningkatan pemerataan dalam pembangunan.
Kinerja dan stabilitas industri jasa keuangan khususnya perbankan berada dalam kondisi normal. Total aset perbankan sampai November 2016 mencapai Rp6.582 triliun meningkat dibanding posisi 2014 sebesar Rp5.615 triliun. Sedangkan rasio permodalan (CAR) meningkat dari posisi 19,57 persen di Desember 2014 menjadi 23,04 persen pada Nopember 2016.
Sementara total kredit mencapai Rp4.285 triliun meningkat dibanding Desember 2014 sebesar Rp3.674 triliun, dengan jumlah dana pihak ketiga yang juga meningkat dari Rp4.114 triliun menjadi Rp4.837 triliun. (*)