Jakarta – Melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 yang telah diterbitkan, OJK tidak mengatur besaran bunga dalam layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMBTUI) atau fintech peer to peer (P2P) Lending.
Meski OJK tidak mengatur besaran bunga Fintech P2P Lending yang saat ini masih tergolong tinggi, namun dalam peraturan itu menyebutkan, bahwa besaran bunga yang ditetapkan oleh penyelenggara Fintech P2P Lending harus berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional.
“Kita dalam POJK tidak atur berapa besaran bunga, harus kontribusi pembangunan nasional, jadi bunga harus wajar,” ujar Deputi Komisioner Manajemen Strategis IA OJK Imansyah, di Jakarta, Selasa, 10 Januari 2017.
Dia menegaskan, seharusnya penyelenggara Fintech P2P Lending yang lebih mengandalkan IT bisa memberikan bunga yang lebih rendah ketimbang bunga industri keuangan konvensional seperti perbankan dan sebagainya. Di mana, penggunaan IT membuat fintech P2P menjadi lebih efisien.
“Kita terus diskusi penyelenggara fintech suku bunganya harus lebih rasional,” ucapnya.
Sebagai informasi, OJK sendiri mengatur maksimal pinjaman yang dapat dilakukan oleh debitur ke layanan keuangan berbasis teknologi (Fintech) di segmen P2P Lending ini maksimal sebesar Rp2 miliar. Pembatasan pinjaman ini sejalan dengan kajian oleh pelaku industri.
“Jumlah pinjaman dibatasi maksimal Rp2 miliar satu debitur dalam mata uang rupiah, ini dilakukan untuk melindungi kepentingan stabilitas sistem keuangan nasional,” tutupnya. (*)