Jakarta – Menjelang akhir tahun 2016 ini, Bank Indonesia (BI) sudah dua kali mempertahankan suku bunga acuannya atau BI 7-day Reverse Repo Rate di level 4,75% yakni pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di bulan November dan Desember 2016.
Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, keputusan yang diambil BI ini sejalan dengan perkembangan ekonomi global yang masih ada ketidakpastian. Oleh sebab itu, BI lebih berhati-hati dalam melonggarkan kebijakan moneternya.
Kondisi perekonomian global yang masih dipenuhi ketidakpastian ini, kata dia, salah satunya dari pemulihan ekonomi Amerika Serikat pasca terpilihnya Presiden Donald Trump. Di mana kebijakan Trump yang lebih ekspansif di sektor fiskal, diprediksi akan medorong kenaikan infiasi di AS.
Dia mengungkapkan, bahwa laju inflasi di AS menjadi salah satu indikator The Fed dalam menentukan arah kebijakan moneternya ke depan. The Fed menyatakan, peluang untuk menaikan suku bunganya semakin terbuka lebar. The Fed memberikan sinyal akan menaikkan suku bunganya sebanyak tiga kali di 2017.
Lebih lanjut Juda mengakui, bahwa rencana The Fed yang ingin menaikkan tingkat suku bunga acuannya hingga tiga kali pada 2017, di luar prediksi Bank Indonesia sebelumnya. Oleh sebab itu, BI sebagai otoritas moneter akan terus melakukan pemantauan dan peninjauan terkait dengan dampak dari kebijakan The Fed tersebut.
“Kami akan reassessment. Kami prediksi The Fed naikan dua kali tahun depan. Kami akan lihat apakah dua kali atau tiga kali. Masih penuh ketidakpastian,” tutupnya. (*)