Poin Penting
- Pemerintah tarik utang Rp614,9 triliun hingga November 2025, setara 84,06% dari outlook APBN Rp731,5 triliun, untuk menutup defisit 2,78% PDB.
- Pemanfaatan SAL Rp85,6 triliun dan strategi prefunding serta active cash management membantu efisiensi penerbitan SBN.
- Debt switching dengan BI dan lembaga multilateral dilakukan untuk menangani SBN jatuh tempo, didukung tren pasar keuangan yang membaik.
Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat pemerintah hingga akhir November 2025 telah menarik utang baru sebesar Rp614,9 triliun untuk pembiayaan APBN.
Angka tersebut setara 84,06 persen dari outlook APBN 2025 senilai Rp731,5 triliun, untuk menutup defisit 2,78 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), di mana defisit APBN saat ini tercatat sebesar 2,35 persen.
Baca juga: Pemerintah Tarik Utang Baru Rp501,5 Triliun per September 2025
Angka tersebut setara 84,06 persen dari outlook APBN 2025 yang senilai Rp731,5 triliun untuk menutup defisit 2,78 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dimana saat ini defisit APBN sebesar 2,35 persen.
“Pembiayaan utang telah direalisasikan Rp614,9 triliun dan ini 84 persen dari total outlook Rp731,5 triliun untuk menutup defisit 2,78 persen dari PDB,” kata Suahasil dalam Konferensi Pers APBN KiTa, dikutip, Jumat, 19 Desember 2025.
Pemanfaatan SAL dan Efisiensi Pembiayaan
Suahasil menjelaskan, DPR RI telah menyetujui penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun untuk membantu efisiensi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Pemenuhan pembiayaan dikendalikan melalui langkah antisipatif, seperti prefunding, ketersediaan kas yang memadai, serta active cash dan debt management, termasuk penempatan dana Rp200 triliun di perbankan umum.
Baca juga: Presiden Prabowo Bakal Hapus Utang KUR Petani Aceh yang Terdampak Bencana
Strategi Debt Switching
“Pemerintah terus bersinergi secara solid dengan Bank Indonesia untuk menangani debt switch untuk pembiayaan SBN yang ketika itu kita terbitkan saat Covid-19 yang telah jatuh tempo, ada yang jatuh tempo 2025, 2026, 2027, 2028, untuk yang jatuh tempo ini kita bekerja sama dengan BI untuk melakukan debt switching,” ungkapnya.
Selain dengan BI, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu juga aktif melakukan debt switching dengan berbagai lembaga multilateral dan pihak lainnya.
“Jadi ini adalah bukan hanya khusus dengan BI debt switch kita ini,” tambah Suahasil.
Baca juga: Negara Maju Dituding Raup Keuntungan dari Utang Iklim
Suahasil menambahkan, pasar keuangan yang berada dalam tren membaik mendukung pembiayaan yang lebih efisien untuk APBN. (*)
Editor: Yulian Saputra










