Poin Penting
- AllianzGI memproyeksikan ekonomi global tumbuh sekitar 2,7 persen pada 2026, ditopang belanja teknologi—terutama AI
- Dinamika pasar, valuasi teknologi, serta risiko pinjaman non-bank menuntut strategi investasi yang hati-hati, dengan diversifikasi portofolio untuk mengoptimalkan peluang dan meredam volatilitas
- Ekuitas Eropa, India, dan peluang kontrarian di Tiongkok dinilai menarik; pasar obligasi tetap relevan, sementara emas dan yen Jepang diposisikan sebagai aset diversifikasi dan safe haven.
Jakarta – Allianz Global Investors (AllianzGI) melihat 2026 sebagai momentum pertumbuhan bagi pasar global. Keyakinan itu didorong ekspansi teknologi, stabilitas inflasi, serta pelonggaran kebijakan moneter dan fiskal di berbagai negara.
Namun, pasar yang terus bergerak dinamis menuntut investor untuk mengadopsi strategi investasi yang lebih selektif. Diversifikasi portofolio juga penting untuk mengoptimalkan peluang.
“Kami menilai ekonomi global pada tahun 2026 akan terbukti tetap solid, ditopang oleh belanja teknologi, terutama terkait AI, akan menjadi penopang utama ekonomi global,” tulis Tim CIO AllianzGI dalam laporan analisis Outlook 2026, dikutip, Rabu, 17 Desember 2025.
Baca juga: Klaim Asuransi Bencana Sumatra Capai Rp567 Miliar, AAUI Soroti Protection Gap
AllianzGI menyebut pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan tumbuh sekitar 2,7 persenpada 2026. Angka itu sedikit melambat ketimbang 2025. Namun tetap berada di jalur positif. Investasi pada teknologi dan AI diproyeksi menjadi faktor utama yang mengimbangi risiko lanjutan dari perang dagang dan fragmentasi rantai pasokan. Namun, proyeksi pertumbuhan itu tetap dibayangi sejumlah risiko.
“Dampak lanjutan dari perang dagang diproyeksikan terus menekan rantai pasokan, yang pada akhirnya dapat memicu fragmentasi arus perdagangan maupun aliran modal,” sebut AllianzGI.
Daya tahan ekonomi global diproyeksi mampu meredam risiko dari lanjutan perang dagang dan fragmentasi perdagangan. Sementara, inflasi diperkirakan bergerak beragam. Inflasi Amerika Serikat (AS) cenderung berada di atas 3 persen. Sedangkan untuk Eropa dan Asia, diperkirakan lebih stabil dengan tekanan harga yang terkendali.
Laporan itu juga menyebut, valuasi teknologi dan kekhawatiran terkait pinjaman non-bank menuntut kehati-hatian investor. Tapi suku bunga rendah dan leverage sektor swasta yang terbatas mampu meredakan risiko.
AllianzGI melihat peluang bervariasi di berbagai wilaya. Di Erapa misalnya, kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan potensi penurunan suku bunga menjadi fondasi kuat bagi pasar ekuitas. Lalu, India kembali dipandang sebagai pasar dengan potensi tinggi. Sedangkan Tiongkok, dinilai menawarkan peluang kontrarian untuk aliran modal jangka panjang.
Sementara, untuk pasar pendapatan tetap, AllianzGI menyebut durasi di pasar negara maju menawarkan ketahanan. Sedangkan obligasi pasar negara berkembang membawa peningkatan imbal hasil dan diversifikasi.
Baca juga: OJK: 29 UUS Asuransi Bakal Spin Off Tahun Depan
Aset safe haven seperti yen Jepang berpotensi menguat seiring transisi pemerintahan. Sedangkan emas kembali diposisikan sebagai alat diversifikasi utama bagi portofolio multi-aset.
Di luar itu, AllianzGI juga menegaskan sejumlah titik balik yang dapat menjadi tema besar pada 2026. Ini mencakup perluasan belanja teknologi di luar AS. Ini bisa menciptakan revolusi AI dalam skala global, potensi pengetatan pemberian pinjaman oleh bank bila tekanan kredit meningkat, serta volatilitas tinggi pada saham tertentu.
“Risiko politik di AS dan pemilu paruh waktu AS pada November 2026 menjadi risiko utama yang perlu diwaspadai. Tahun 2026 mungkin lebih volatile sehingga menegaskan kebutuhan akan sumber pendapatan yang tangguh,” tutup laporan tersebut. (*) Ari Astriawan










