Poin Penting
- BCA proyeksikan kredit 2026 tumbuh 9–10 persen, sejalan dengan target Bank Indonesia di kisaran 8–12 persen.
- Pertumbuhan kredit bergantung pada perputaran likuiditas, yakni uang primer (M0) harus mengalir menjadi M1, M2, hingga M3 agar ekonomi bergerak.
- Penempatan dana pemerintah dinilai efektif jika disalurkan menjadi kredit, sebab dana yang mengendap di perbankan tanpa berputar tidak berdampak signifikan bagi perekonomian.
Jakarta – PT Bank Central Asia (BCA) memproyeksikan pertumbuhan kredit perbakan pada 2026 berada di level 9 hingga 10 persen. Angka ini masih dalam kisaran target Bank Indonesia (BI) di kisaran 8 hingga 12 persen.
“Kita (BCA) sih proyeksi masih sekitar 9 hingga 10 persen, oke lah. Jadi kan BI kalau nggak salah 8 hingga 12 persen, jadi kita 9-10 masih oke,” ujar David Sumual, Kepala Ekonom BCA, dalam Bincang Bareng BCA, Senin, 15 Desember 2025.
Meski demikian, David mengatakan, perkiraan angka tersebut bisa dicapai apabila uang primer (M0) bisa berputar menjadi M1 (uang beredar dalam arti sempit), meliputi uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral (giro berdenominasi rupiah).
Baca juga: CIMB Niaga Target Kredit Tumbuh di Bawah 5 Persen hingga Akhir 2025, Ini Fokusnya
Juga menjadi uang beredar dalam arti luas (M2) yang meliputi M1, uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valuta asing), serta surat berharga.
Bahkan, M3 atau ukuran terluas dari jumlah uang beredar mencakup M2, deposito berjangka besar, dan aset yang kurang likuid.
“Jadi kalau uang yang numpuk hanya di situ nggak jadi kredit, nggak muter, nggak jadi M1 atau M2 atau M3. M1, M2, M3 itu uang ketika dihitung sudah muter jadi kredit dan lain-lain. Jadi kita berharap jadi M1, M2, M3,” jelasnya.
“Kalau dia aja jadi M0, ya nggak berputar ekonominya. Walaupun naik M0-nya tapi ekonomi gak berputar. Nah ini yang harus diberesin nih,” tambahnya.
David menilai penempatan dana pemerintah dengan total sebesar Rp276 triliun ke himpunan bank milik negara (Himbara) dan bank daerah tersebut, jika tidak berputar menjadi kredit maka akan tetap ‘sia-sia’ terhadap perekonomian.
“Tadi tergantung uangnya ini bisa muter nggak nih, dialihkan ke bank-bank ini, uangnya bisa berputar, kalau nggak berputar ya berapa pun dimasukkan, ya sama aja bohong,” tambah David.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun kepada Himbara telah meningkatkan likuiditas perekonomian.
Purbaya mencatat, hal itu tercermin dari pertumbuhan uang primer (M0) sebesar 13,2 persen secara tahunan (year on year/yoy).
“Penempatan kas pemerintah Rp200 triliun sebagai cash management turut meningkatkan likuiditas perekonomian,” ujar Purbaya dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin, 3 November 2025.
Baca juga: OJK Berikan Relaksasi Kredit untuk Debitur Terdampak Bencana Sumatra
Bendahara negara ini juga menyebutkan, likuiditas perekonomian atau uang beredar juga meningkat sejalan dengan kebijakan moneter longgar dan ekspansi likuiditas.
Tercatat pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) mencapai 8 persen yoy pada September 2025, lebih tinggi dibandingkan 6,5 persen yoy pada Juni 2025. (*)
Editor: Galih Pratama









