Memaknai 130 Tahun BRI; Ke Mana Akan Melangkah?

Memaknai 130 Tahun BRI; Ke Mana Akan Melangkah?

Oleh Dr. Ir. Osbal Saragi Rumahorbo, M.M.*

BANK Rakyat Indonesia (BRI) telah mengarungi gelombang perubahan zaman selama 130 tahun. Tepatnya hari ini 16 Desember 2025, seluruh insan BRI memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) BRI. Tradisi merayakan HUT dengan memotong tumpeng bersama di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, Kantor Cabang, Cabang Pembantu, dan BRI Unit masih terus dijalankan, sebagai rasa syukur sekaligus harapan dan doa agar BRI terus dapat berdiri kokoh dan semakin kuat menghadapi tantangan dan gelombang perubahan zaman.

Sang pendiri, Raden Bei Aria Wiriaatmadja, tentu patut berbangga. Bank yang didirikannya pada 16 Desember 1895 dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden berhasil memahat takdirnya untuk tumbuh membesar. Dari awalnya hanya menggunakan Kas Masjid, aset BRI per September 2025 telah mencapai Rp2.123,44 triliun.

Dari awalnya ditujukan hanya untuk melayani pribumi di Purwokerto, kini telah menjelma menjadi bank raksasa yang mampu melayani 160 juta orang di seluruh Indonesia. Jumlah pegawainya mencapai lebih dari 70.000 orang dan jaringan pelayanannya tersebar di Tanah Air, bahkan di beberapa negara, yang terdiri atas 7.405 kantor, 68.700 e-channel, serta 1,2 juta agen BRIlink. Fokus dan dedikasinya yang kuat kepada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) membuat BRI berhasil menjadi pelopor dan pusat keuangan mikro dunia.

Hampir semua stakeholders pun telah merasakan kehadiran dan kontribusi BRI dalam memajukan negeri, sejak zaman Kolonial Belanda lalu penjajahan Jepang, periode kemerdekaan yang dilanjutkan era pembangunan, hingga masa reformasi dan zaman digital saat ini.

Para petani, peternak, nelayan, dan pedagang sayuran dan asongan di 67.700 desa merasa dekat dengan BRI. Begitu juga para pekerja migran di mancanegara yang merasakan manfaat dari produk dan layanan BRI. Secara langsung, BRI sangat berperan mengangkat nasib usaha ultra mikro, mikro, kecil, dan menengah, terutama masyarakat di segmen unbankable.

Pemerintah yang menjadi pemegang saham sejak 1945 pun mencatat peran besar BRI dalam mendukung agenda pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan kepada masyarakat luas melalui penyaluran kredit program hingga pemberdayaan ekonomi rakyat di daerah terpencil dan tak terjangkau (unreachable).

BRI menjadi ujung tombak dalam mengeksekusi berbagai program pemerintah selama puluhan tahun. Termasuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan usaha-usaha produktif di desa-desa dan kemudian merambah ke perkotaan. BRI menjadi pilihan utama, karena pengalamannya dan sebaran jaringan kerjanya dapat menjangkau wilayah/segmen yang tidak terjangkau oleh lembaga lain.

Bukan hanya itu, corporate value BRI juga telah dirasakan masyarakat/investor yang ikut berpartisipasi dalam kepemilikan saham BRI sejak pemerintah menjadikannya sebagai perusahaan go public dengan menjual 30 persen sahamnya pada 2003.

Awalnya, investor meragukan saham BRI dan julukan sebagai bank “ndeso” dinilai kurang menarik. Tapi waktu yang kemudian menjawab. Dari mengurusi “wong cilik” justru membuat BRI berhasil menjadi bank raksasa yang menguntungkan. Dengan business model yang menyasari sektor usaha mikro dan militansi para pegawai terutama mantri, kinerja keuangan BRI melaju cepat dan saham BBRI pun bergerak naik karena diminati investor, baik dalam maupun luar negeri.

Sejak 2018 hingga 2024, BRI menjadi bank peraih laba terbesar di perbankan Tanah Air dan menjadi penyumbang terbesar dividen bagi negara. Sebagai bank milik publik, sejak 2018 BRI sukses menjadi perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) dengan kapitalisasi pasar (market capitalization/market cap) terbesar, atau emiten dengan market cap terbesar nomor dua di Tanah Air setelah Bank Central Asia (BCA). Per 10 Desember 2025, market cap BRI mencapai Rp549,16 triliun.

Baca juga: BRI Perluas Layanan ke Pelosok dengan 7.405 Kantor dan 1,2 Juta AgenBRILink

Menjaga Keunikan Sang Pelopor Keuangan Mikro

MENYIMAK sejarah perjalanan BRI sama dengan melihat panorama sejarah kredit mikro di Indonesia, bahkan di dunia. Sebab, BRI sudah menyandang julukan sebagai pelopor revolusi keuangan mikro dunia seperti dikatakan antropolog berkebangsaan Amerika Serikat (AS), Marguerite S. Robinson, dalam bukunya yang berjudul The Microfinance Revolution.

Hal itu didasari keberhasilan BRI sebagai institusi pertama di dunia yang melakukan kegiatan keuangan mikro secara komersial, tanpa subsidi pemerintah maupun campur tangan pendonor atau dana hibah. Keberhasilan BRI dalam menjalankan perbankan mikro secara komersial ini mengundang minat negara berkembang untuk melakukan studi banding ke BRI. 

Target market dan business model serta budaya organisasi yang berkembang di BRI melahirkan keunikan dan keunggulan BRI dalam bersaing di industri perbankan Indonesia. Berikut dua keunikan yang membedakan BRI dengan bank lain dan menjadi kekuatan.

Satu, BRI memulai bisnis dan membangun customer based dari perdesaan/rural menuju perkotaan dan mancanegara. Pendekatan bisnisnya menyasar mass product dan setelah kuat di perdesaan kemudian merambah ke kota. Ini berbeda dengan bank pesaing yang bergerak dari kota ke desa.

Bertahun-tahun tabungan Simpedes menjadi produk unggulan BRI untuk mendanai pinjaman yang disalurkan. Demikian halnya dalam hal pinjaman, hampir puluhan tahun BRI mengandalkan Kupedes sebagi produk yang diandalkan untuk meraih keuntungan. Semua bisnis ini dimulai dari desa dan bertransformasi ke daerah perkotaan.

Dua, BRI memiliki jumlah jaringan layanan dan pekerja yang terbesar di perbankan Indonesia, bahkan di dunia. Keunikan ini sebagai konsekuensi dari target bisnis yang dibidik yaitu bisnis keuangan mikro di desa, kecamatan, dan kabupaten. Implikasinya, pekerja BRI memiliki gaya yang khas. Memakai jaket, mengendarai sepeda motor, menggunakan helm, dan terkadang memakai sandal.

Tidak wajib bisa berbahasa Inggris, karena nasabahnya pun jarang yang menggunakan bahasa Inggris. Berbeda dengan bank-bank lain yang pegawainya tampil perlente, pakai dasi, sepatu mengilat, dan bahasa Inggrisnya lancar mengalir. Mereka terlihat high profile, tak seperti pegawai BRI yang terkesan low profile

Tapi bankir-bankir BRI tidak berkecil hati. BRI yang menggarap pasar UMKM memang menuntut bankir-bankirnya low profile. Justru dengan militansi dan budaya kerja serta kekhasan bisnis yang dimilikinya, BRI sukses menjadi rujukan banyak lembaga dunia sebagai pusat keuangan mikro dan BRI berhasil menyalip bank-bank pesaing.

BRI yang pada 2005 masih menjadi bank terbesar nomor empat kemudian berlari cepat menyalip tiga bank di atasnya. Dari sisi aset, BRI menyalip BNI pada 2007, mengalahkan BCA pada 2008, dan melampaui Bank Mandiri pada 2017.

Namun, karena terjadi konsolidasi di industri perbankan dan adanya dinamika persaingan, BRI tak lagi menjadi nomor satu yang terbesar. BRI tak lagi menjadi bank beraset terbesar pada 2021.

Lima Catatan untuk Tantangan BRI Masa Depan

KOMPETISI di industri perbankan berkembang sangat dinamis. Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi (TI) mengubah semua keunikan bisnis, termasuk mengubah peta perilaku pasar. Setidaknya adalah lima hal yang menjadi catatan penting agar BRI tetap memiliki masa depan di era kompetisi di sektor perbankan yang makin ketat di era teknologi.

Satu, BRI jangan meninggalkan core business yang telah membesarkannya yaitu fokus mengurusi kebutuhan masyarakat banyak, khususnya di segmen usaha ultra mikro, mikro, kecil, dan me            nengah. Usaha mikro dan rakyat kecil di Indonesia jumlahnya sangat besar dan harus tetap menjadi segmen unggulan yang harus dijaga dan dibesarkan oleh BRI. Ide dan cita-cita leluhur pendiri dan para pengurus senior BRI dari lintas generasi ingin melihat BRI mampu melompat semakin tinggi berbasis usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah.

Dan sudah teruji bahwa usaha mikro dan kecil ini telah menjadikan BRI besar dari sisi aset dan profitabilitas. Pilihan untuk menjadi bank besar dan fokus pada UMKM sangat cocok dengan tipikal BRI. BRI tidak perlu tergoda oleh daya tarik sektor korporasi yang selalu terlihat seksibagi industri perbankan. Biarlah bank-bank lainnya menggarap segmen korporasi dengan segala kemewahannya. 

Dua, BRI harus memiliki kemandirian dalam proses pengambilan keputusan secara tepat sesuai dengan kewenangan yang diberikan dan tidak ada bentuk intervensi pihak bank atau luar, termasuk pemerintah sendiri. Para pengambil keputusan harus memiliki pemahaman yang benar dan akurat tentang BRI dengan memberikan peluang dan kesempatan kepada kader-kader terbaik  BRI untuk menjadi pengurus BRI.

Sejarah telah membuktikan bahwa produk micro genuine adalah produk khas BRI. Tidak ada bank di negeri ini yang memiliki portofolio terbesar di sektor mikro seperti BRI. Sehingga hanya kader BRI yang memahami perilaku bisnis mikro termasuk paham bagaimana mendekati nasabah mikro. Pola pendekatan bisnis mikro dan korporasi sangat jauh berbeda meskipun bisnisnya sama-sama “kredit”. BRI Unit tidak bisa didesain seperti bisnis korporasi.

Tiga, BRI harus menjadi “home to the best talent”.Para pendahulu BRI telah mencanangkan di corporate plan untuk menciptakan BRI sebagai rumah atau tempat bekerja orang-orang terbaik di industri perbankan negeri ini. Para pendahulu BRI sepakat memberikan kesempatan kepada kader-kader muda terbaik untuk menjadi suksesor di masa mendatang. Tentu mereka harus paham dan menguasai core business yang dijalankan BRI.

Bukan hanya pintar dan cerdas secara akademik atau alumni dari berbagai konsultan terkenal atau tamatan universitas mancanegara yang mengantongi skor TOEFL yang tinggi. Yang lebih dibutuhkan BRI adalah kader atau calon pemimpin yang paham BRI dan mereka mampu beradaptasi serta bergaul dengan lingkungan yang dekat dengan segmen usaha yang dibidik BRI sehingga dapat memahami dengan baik kondisi dan potensi wilayah unit kerjanya.

Empat, BRI harus memanfaatkan kemajuan teknologi informasi (TI) untuk mempertahankan keunggulan yang dimilikinya di tengah perubahan perilaku pasar di era revolusi teknologi. Kemajuan dan perkembangan TI mengubah semua keunikan bisnis, termasuk mengubah peta persaingan industri perbankan. Hampir semua batas kesulitan bisa ditaklukkan dan dijawab oleh teknologi.

Jarak antara desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan pusat menjadi tidak relevan lagi. Sehingga semua bank dengan bantuan TI pun bisa mengakses desa atau rural yang sudah lama menjadi milik BRI. Jadi sudah mutlak bagi BRI untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi. Dan implikasinya adalah BRI harus disiplin dan terus membangun teknologi dalam mendukung atau mempertahankan customer based.         

Lima, BRI bisa berperan menjadi bank pangan. Saat ini, percepatan ketahanan pangan menjadi salah satu program prioritas pemerintah. Melalui kerja sama dengan pemerintah, BRI dapat bertumbuh besar dengan menggarap dan mengembangkan sektor-sektor yang terkait dengan pertanian, peternakan, dan perikanan. Perlu diciptakan program khusus pembiayaan UMKM yang mendukung ketahanan pangan di Indonesia.

BRI memiliki pengalaman ketika menjalankan program BIMAS dengan berhasil membawa sektor pertanian Indonesia mencapai swasembada beras pada 1984 dan dianugerahi penghargaan oleh Food and Agriculture Organization pada 1985.

Baca juga: Laba BRI Tembus Rp41,05 Triliun di Oktober 2025

Lima “Pekerjaan Rumah” BRI

Memaknai syukuran 130 tahun BRI, setidaknya ada lima “Pekerjaan Rumah” yang harus segera dituntaskan oleh manajemen BRI, sehingga BRI bisa semakin tumbuh kuat, besar, dan berkelanjutan.

Satu, memperkuat dan memantapkan ekosistem ultra mikro, mikro, kecil, dan menengah  sebagai core business BRI. Perubahan yang terjadi menuntut BRI untuk menata ulang jaringan bisnis mikro, mengeksekusi pinjaman-pinjaman mikro yang bermasalah yang disebabkan oleh kasus extraordinary seperti bencana alam dan pandemi COVID-19. Setelah itu, segera memulihkan nama baik dan membebaskan mereka dari black list Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga jika usaha mereka sudah wake up dapat dilayani kembali dengan pinjaman mikro BRI.

Kebijakan untuk tetap fokus mempertahankan business model keuangan mikro yang pendekatannya community banking merupakan keharusan karena telah menjadi keunikan bisnis BRI yang sulit dimasuki pesaing. Selain itu, BRI memiliki pengalaman dan infrastruktur yang kuat dan tersebar luas di seluruh pelosok negeri dan didukung sumber daya manusia yang cukup serta pengalamannya yang sangat memadai.

Penguatan ini sangat penting, untuk menangkap peluang bisnis apabila banyak nasabah mikro yang naik kelas usahanya. Jangan setelah nasabah besar dan berhasil naik kelas kemudian pindah ke bank lain. Untuk ini, sangat perlu diperbaiki dan diperkuat melalui sistem TI, sehingga seluruh informasi tentang debitur dapat diperoleh BRI.  

Dua, ⁠memilih dan menetapkan para pejabat BRI yang paham dan commited untuk mengembangkan core business, terlepas itu berasal dari luar organisasi maupun dari kader internal BRI. Menata ulang dan membangun kepercayaan sumber daya manusia BRI sangat penting karena mereka merupakan aset yang berharga bagi perusahaan.

Para kader terbaik BRI harus diberikan kesempatan untuk menjadi pemimpin BRI melalui proses talent scouting yang ketat dan terencana untuk memperisapkan kader pemimpin yang andal dan disiplin dalam melakukan eksekusi.

Tiga, menentukan arah dan fokus perusahaan anak. Anak usaha seperti Bank Raya harus segera diputuskan masa depannya apakah akan terus dipertahankan atau dilepas dari BRI. Kalau ingin dipertahankan, segera diperkuat dengan strategi bisnis yang jelas.

Empat, memperkuat budaya korporasi yang dapat meningkatkan daya saing dan kinerja perusahaan. Jika dibangun dengan pola dan pendekatan yang tepat, karakteristik pegawai BRI yang militan, guyub, rukun, dan loyal bisa menjadi senjata yang ampuh dalam meningkatkan daya saing perusahaan. Oleh karena itu, karakteristik tersebut tidak boleh dihilangkan.

Rasa kekeluargaan yang kuat harus terus dipertahankan untuk memacu motivasi karyawan karena kemampuan BRI tumbuh besar dan berkinerja baik sampai dengan hari ini tak lepas dari rasa kekeluargaannya yang tinggi. Model pendekatan seperti ini sangat dibutuhkan dalam mengembangkan bisnis ultra mikro dan mikro.

Lima, menjaga tiga variabel kunci penggerak kinerja BRI, yaitu  Militansi, Experience, dan Strategic Entrepreneurship. Kunci sukses BRI bisa bertahan dan besar selama 130 tahun adalah berkat militansi dari semua pekerja BRI. Tidak ada bank yang sanggup beroperasi dari desa ke desa kemudian dari desa merambah ke kota selain BRI.

Maka, pendekatan community banking yang menjadi strategi unggulan BRI harus terus dipertahankan, yang mampu membentuk pengalaman (experience) para pekerja dan mendorong BRI semakin percaya diri untuk terus-menerus menjadikan bisnis mikro dan pedesaan sebagai core business dan target pasar utama.

Militansi membuat karyawan BRI bisa mengumpulkan uang dari masa ke masa. Mereka mampu berjuang hidup di pulau-pulau terluar dan dengan loyalitas yang tinggi dan mampu berkontribusi membesarkan BRI. Mereka adalah para pejuang yang berkontribusi besar untuk membuat laba BRI bisa membubung tinggi. Mereka yang jumlahnya puluhan ribu itu adalah pahlawan bagi BRI sehingga para direksi dan komisaris bisa mendapatkan tantiem besar setiap tahunnya. Mereka pula yang membuat setoran dividen BRI ke negara bisa bertambah jumlahnya setiap tahun.

Hal ini juga yang menjadi alasan mengapa setiap tahun, tepatnya pada setiap HUT BRI tanggal 16 Desember, para pegawai BRI yang militan itu diundang secara khusus ke Jakarta untuk diberikan penghargaan. Sesuatu yang langka dan tidak dilakukan oleh bank lain. Namun, bagi BRI, begitulah salah satu cara untuk menghargai para pahlawannya.

Strategic entrepreneurship merupakan kemampuan para karyawan BRI, terutama relationship manager (RM), untuk memiliki strategi usaha atas peluang bisnis atau usaha di daerah di mana mereka ditempatkan. Mereka memiliki peran yang sangat penting karena berhadapan dengan masyarakat UMKM dan kemampuannya harus disesuaikan dengan target dan kepentingan BRI. Mereka setiap hari harus mampu berdiskusi dengan para pelaku usaha di sekitarnya sehingga harus paham berbagai jenis usaha masyarakat.

RM harus mampu menjadi konsultan bisnis dan segera mematangkan kemampuannya untuk menguasai berbagai strategi usaha yang berkaitan langsung dengan potensi wilayahnya. Jika kegiatan ini terus diasah dan dikembangkan, maka akan membentuk pengalaman (experience). Pengalaman mengelola bisnis debitur yang dijalankan oleh para RM inilah yang harus terus didorong melalui berbagai program pelatihan, sehingga menjadi sebuah  keunggulan bersaing bagi BRI dan sulit dimiliki bank lain.

Sejatinya sudah banyak bank di negeri ini yang mau mencoba meniru business model BRI bahkan dengan membawa atau merekrut orang BRI beserta Standard Operasional dan Prosedur (SOP) yang dimiliki BRI. Tetapi hasilnya hampir semua gagal total, karena ternyata budaya korporasi itu tidak bisa dibangun secara instan serta membutuhkan waktu dan pengalaman.

Melihat kenyataan tersebut, bank yang mau menjadikan bisnis mikro UMKM sebagai core business maka semua karyawannya dari level CEO sampai dengan level eksekutor di lapangan harus mau dan berani bergaul dengan orang desa atau kampung. Pahamilah bahwa mereka yang memberimu gaji setiap bulan. 

Pada akhirnya, sebagai insan dan keluarga besar BRI, saya mengucapkan Dirgahayu BRI ke130. Tetaplah kuat dan semakin lincah menari. Kuat berlari dan mampu melompat lebih tinggi. Jangan berhenti bertransformasi, untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan. Jagalah dirimu untuk tetap setia pada cita-cita pendiri dan leluhurmu. Kobarkan semangatmu untuk terus menyala dan memberikan dampak kepada kemajuan negeri. Bawalah rakyat kecilmu naik kelas membangun perekonomian Indonesia.

*Penulis adalah Bankir Senior dan Pelaku Usaha

Related Posts

News Update

Netizen +62