Poin Penting
- Kinerja risiko perbankan berfluktuasi, dengan NPL gross sempat turun ke 2,08 persen pada Desember 2024 namun kembali naik hingga 2,29 persen pada Mei 2025
- Kredit perbankan tumbuh kuat dari Rp7.478 triliun (Juni 2024) menjadi Rp8.059 triliun (Juni 2025), menandakan kepercayaan pasar tetap tinggi namun membutuhkan pemantauan risiko yang lebih ketat.
- CLIK meluncurkan Portfolio Risk Insight, solusi analitik berbasis data on-us dan off-us yang membantu lembaga keuangan memetakan risiko lebih akurat.
Jakarta — Data terbaru dari Statistik Perbankan Indonesia menunjukkan bahwa kinerja risiko industri perbankan bergerak cukup fluktuatif sepanjang 2024–2025. Non performing loan (NPL) gross sektor perbankan sempat mencapai titik terendah 2,08 peersen pada Desember 2024, namun kembali meningkat menjadi 2,24 persen pada April 2025, naik ke 2,29 persen pada Mei, sebelum turun kembali ke 2,22 persen pada Juni 2025.
Di sisi lain, kredit perbankan bertumbuh kuat, dari Rp7.478 triliun pada Juni 2024 menjadi Rp8.059 triliun pada Juni 2025. Pertumbuhan ini menunjukkan kepercayaan pasar yang tetap terjaga, namun juga menandakan perlunya pemantauan portofolio yang lebih cermat agar potensi lonjakan risiko dapat diantisipasi lebih cepat.
Dalam memonitor risiko kredit macet, PT CRIF Lembaga Informasi Keuangan (CLIK) meluncurkan produk Portfolio Risk Insight. Ini sebuah produk analitik berbasis data kredit yang dirancang untuk memperkuat strategi penagihan (collection strategy) lembaga keuangan.
Leonardo Lapalorcia, Direktur Utama CLIK mengatakan dalam lanskap industri jasa keuangan yang semakin kompetitif, kemampuan mengelola risiko dan menjaga kualitas portofolio kini menjadi penentu utama keberlanjutan bisnis dan bukan sekadar kemampuan menyalurkan pinjaman.
Baca juga: Pengamat Beberkan Risiko Besar di Balik Wacana Penghapusan SLIK OJK
“Keunggulan hanya dapat dicapai ketika lembaga keuangan memiliki gambaran risiko menyeluruh dan mampu menyeimbangkan antara ekspansi dan kehati-hatian. Di sinilah CLIK berperan menyediakan solusi data dan analitik yang memperkuat akurasi pemetaan risiko, ketajaman segmentasi, dan kemampuan prediktif, sehingga keputusan kredit dapat diambil dengan dasar yang lebih kuat dan terukur,” ujarnya dikutip 10 Desember 2025.
Lebih jauh Leonardo mengatakan bahwa dalam kondisi pasar bergerak cepat dan risiko berkembang dinamis, mengandalkan data internal saja tidak lagi memungkinkan lembaga keuangan memahami perilaku peminjam secara utuh.
“Mereka perlu melihat apa yang terjadi di luar portofolio mereka untuk mengambil langkah yang lebih tepat. Portfolio Risk Insight memberikan fondasi tersebut—menyediakan visibilitas menyeluruh, memperkuat kualitas portofolio, dan membantu lembaga keuangan mengambil keputusan yang lebih percaya diri, proaktif, dan bertanggung jawab.” tegasnya.
Portfolio Risk Insight dikembangkan untuk menjawab kebutuhan tersebut dengan menggabungkan informasi Off-Us (data eksternal) dan On-Us (data internal). Dengan pendekatan segmentasi perilaku dan indikator prediktif, Portfolio Risk Insight membantu lembaga mengenali pola risiko yang mungkin luput dari pantauan internal. Dalam banyak kasus, segmen yang tampak stabil secara internal menunjukkan gejala penurunan justru ketika dilihat melalui perilaku nasabah di lembaga lain.
Sementara Chief Digital Transformation Officer CLIK, Lucky Herviana, menjelaskan bahwa Portfolio Risk Insight dikembangkan sebagai panduan navigasi bagi lembaga keuangan dalam mengelola risiko, bukan sekadar alat yang menampilkan angka.
Baca juga: Kredit Merosot-Tabungan Melonjak, Berikut Temuan Survei Inventure-Alvara 2025
“Lembaga keuangan kini dapat memanfaatkan data biro kredit untuk memperoleh visibilitas yang tidak mungkin diperoleh dari data on-us saja. Solusi ini menghilangkan blind spot, mendeteksi risiko lebih awal, dan memprioritaskan upaya penagihan melalui tujuh kategori risiko yang tervalidasi,” ujarnya.
Menurut Lucky, kekuatan utama Portfolio Risk Insight terletak pada kemampuannya menerjemahkan data menjadi arahan yang jelas dan dapat ditindaklanjuti.
“Ini bukan tentang menambah data baru, tetapi tentang membaca data dengan lebih tepat. Insight off-us sangat penting untuk memahami arah pergerakan risiko. Dengan itu, lembaga dapat merespons lebih cepat dan menjaga portofolionya tetap sehat,” jelas Lucky. (*)










