Poin Penting
- Ribuan lender menuntut DSI bertanggung jawab atas gagal bayar Rp815,2 miliar dan menyerahkan proposal penyelesaian konkret pada 18 November 2025.
- Lender meminta DSI membuka aliran dana dan status borrower over plafon, serta DSN-MUI ikut bertanggung jawab secara moral.
- Keterlambatan pembayaran sejak 2024 menyebabkan banyak pensiunan dan pekerja kehilangan tabungan, sementara label syariah dan pengawasan OJK tidak mencegah krisis.
Jakarta – Ribuan anggota Paguyuban Lender DSI menuntut PT Dana Syariah Indonesia (DSI) bertanggung jawab atas krisis gagal bayar yang menelan total kerugian sekitar Rp815,2 miliar.
Perwakilan Paguyuban Lender DSI, Rida,l mengatakan, pihaknya mendesak DSI segera menepati janji pertemuan pada 18 November 2025, usai pembatalan pertemuan sebelumnya yang dinilai sebagai pengingkaran komitmen moral.
“Kami menuntut, bukan hanya evaluasi, tetapi pertanggungjawaban yang nyata. Jangan biarkan nama sakral ‘syariah’ yang sejatinya menjalankan syariat islam menjadi bermakna ‘pengkhianatan’ di mata umat,” kata Rida, dinukil ANTARA, Minggu, 16 November 2025.
Baca juga: OJK Dalami Kasus Dugaan Gagal Bayar Pindar Dana Syariah Indonesia
Ia juga mendesak, DSI untuk membuka data dan menjelaskan secara rinci akar masalah, termasuk aliran dana dan status borrower yang terindikasi over plafon.
Selain itu, dia meminta Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) juga turun tangan, bukan hanya sebagai pembuat fatwa, tetapi sebagai penanggung jawab moral atas kepahitan yang dialami umat.
Tak hanya itu, dirinya juga meminta OJK mempercepat audit dan mengambil langkah tegas yang berorientasi pada pengembalian hak lender sepenuhnya baik dana pokok maupun imbal hasil, bukan hanya sanksi administratif.
“DSI harus hadir dan menyerahkan proposal penyelesaian yang konkret dan realistis pada pertemuan 18 November 2025,” jelasnya.
Jaminan Ganda DSI dan Dampak pada Lender
Dia menjelaskan, DSI beroperasi dengan dua jaminan kredibilitas tertinggi yakni izin resmi dan Pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta label syariah dari Dewan Syariah Nasional–Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Jaminan ganda itu, kata dia, menarik minat ribuan masyarakat, di antaranya para pekerja termasuk para pensiunan yang ingin menikmati masa pensiun dengan tenang dan umat berhijrah yang menghindari riba.
“Label syariah yang disematkan itu membuat para lender merasa tenang. Seorang perwakilan lender menuturkan, kami tidak mengejar kaya, hanya ingin dana pensiun kami berputar halal,” katanya.
Baca juga: Bos AFTECH Tanggapi Kasus Crowde dan DSI, Ini Penjelasannya
Namun, sebut dia, keterlambatan pencairan dana mulai dirasakan secara bertahap sejak periode tahun 2024, dan menjadi signifikan serta berkelanjutan di antara para lender pada Juni 2025.
Menurutnya, banyak lender yang mengeluhkan kesulitan menarik dana yang telah jatuh tempo bahkan banyak diantaranya mendatangi kantor DSI, hingga puncaknya pada 6 Oktober 2025, kegagalan pembayaran dana pokok dan imbah hasil terjadi serentak pada semua lender.
“Fakta yang paling memilukan adalah banyaknya korban dari kalangan pensiunan, pekerja yang baru saja terkena PHK, yang kini kehilangan seluruh tabungan hari tua mereka,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra









