Poin Penting
- Asuransi Astra masih mengkaji pembentukan MAB, dengan tiga opsi: mandiri, kolaborasi antarperusahaan, atau pihak ketiga.
- Perusahaan menolak opsi membentuk MAB secara mandiri karena dinilai kurang efisien.
- Aturan co-payment 5 persen dinilai tak berdampak signifikan karena mayoritas nasabah Asuransi Astra merupakan peserta korporasi, bukan individu.
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan seluruh perusahaan asuransi kesehatan memiliki Dewan Pengawas Medis atau Medical Advisory Board (MAB) paling lambat pada 1 Januari 2026.
Menanggapi ketentuan tersebut, Operational Director PT Asuransi Astra, Hendry Yoga, mengungkapkan bahwa perusahaannya telah melakukan analisis mendalam terkait pembentukan MAB.
Hendry menjelaskan, menyebut ada tiga pilihan dalam pembentukan MAB. Pertama, pembentukan MAB secara mandiri. Kedua, bergabung dengan beberapa perusahaan asuransi yang sama dalam satu MAB. Terakhir, menggunakan MAB dari pihak ketiga.
“Kami waktu itu melakukan analisa, ada tiga alternatif sebenarnya. Pertama kami bikin sendiri, kedua nanya teman-teman bikin bareng, atau pakai yang sudah ada,” ucap Hendry dalam Konferensi Pers di Jakarta, Rabu, 12 November 2025.
Baca juga: Jurus Asuransi Astra Jaga Pertumbuhan Bisnis Selama 2025
Hendry menambahkan, Asuransi Astra masih dalam tahap penjajakan dan belum menentukan keputusan akhir mengenai implementasi MAB. Ia menegaskan, opsi membentuk MAB secara mandiri tidak menjadi pilihan utama.
“Kami akhirnya sudah menentukan alternatif yang satu. Bikin sendiri kayaknya nggak justified. Sehingga saat ini tim saya lagi menjajaki pilihan kedua dan pilihan ketiga, dan kita belum putuskan,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, Hendry dalam kesempatan terpisah juga memberikan tanggapan terkait dengan ketentuan pembagian risiko klaim (risk sharing) yang sebelumnya disebut co-payment sebesar 5 persen dan akan berlaku pada akhir 2025.
Baca juga: Asuransi Astra Sabet Penghargaan 10th Indonesia WOW Brands 2025
Menurutnya, aturan tersebut tidak berdampak signfikan terhadap Asuransi Astra karena mayoritas produk asuransi kesehatannya bersifat kumpulan (korporasi), bukan individu atau ritel.
“Kan individunya karena dia suruh bayar 5 persennya, dia kan lebih kontrol klaimnya kan. Tapi kami kan lebih banyak di kumpulan. Di kumpulan tuh yang bayar premi bukan customer-nya loh. Yang bayar perusahaannya gitu. Sehingga ada kemungkinan juga even co-payment-nya pun yang bayar perusahaannya. Sehingga hampir kecil impact-nya, kurang signifikan,” tutupnya. (*)
Editor: Yulian Saputra










