Revisi UU Dana Haji Didorong Jadi Payung Hukum Cegah Kebocoran

Revisi UU Dana Haji Didorong Jadi Payung Hukum Cegah Kebocoran

Poin Penting

  • Revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji dinilai DPR sebagai langkah penting untuk memperbaiki tata kelola dana umat yang selama ini kurang transparan dan akuntabel.
  • Dana haji perlu dikelola untuk kepentingan jemaah, seperti pembangunan Kampung Haji atau fasilitas pendukung ibadah, dengan sistem pengawasan berlapis agar tak terjadi kebocoran.
  • Revisi diharapkan menutup celah penyimpangan, memperkuat dimensi moral dan spiritual dalam pengelolaan, serta memastikan dana jemaah digunakan secara adil dan bertanggung jawab.

Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Habib Syarief Muhammad, menilai bahwa revisi Undang-Undang tentang Pengelolaan Keuangan Haji menjadi langkah maju untuk memperbaiki tata kelola dana umat yang selama ini dinilai belum transparan dan akuntabel.

Menurutnya, pengelolaan dana haji selama ini masih menyisakan banyak persoalan, mulai dari keterbatasan akses informasi hingga lemahnya mekanisme pengawasan publik.

“Revisi undang-undang ini adalah langkah maju, karena sampai hari ini pengelolaan haji masih belum jelas dan tidak transparan. Uang yang mengendap cukup lama jumlahnya besar, tapi informasinya simpang siur,” ujar Habib, dalam keterangannya, Kamis, 6 November 2025.

Habib menjelaskan, dana haji yang dikelola dengan baik seharusnya dapat dimanfaatkan untuk program yang relevan dengan kepentingan jemaah, seperti pembangunan Kampung Haji atau infrastruktur pendukung ibadah lainnya.

“Kalau dana itu bisa digunakan terlebih dahulu untuk program yang berkaitan langsung dengan haji, seperti pembangunan Kampung Haji, itu sesuatu yang positif,” ujar Legislator Fraksi PKB tersebut.

Baca juga: Penguatan Bank Syariah Jadi Jalan Realistis Kelola Dana Haji dan Wakaf

Ia menambahkan, pengelolaan keuangan haji tidak bisa disamakan dengan pengelolaan dana publik biasa, sebab dana tersebut memiliki dimensi spiritual dan moral yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.

“Keuangan haji itu bukan sekadar urusan duniawi. Ada pertanggungjawaban bukan hanya kepada pemerintah, tapi juga kepada Allah. Ini menyangkut amanah umat,” tuturnya.

Perlu Pengawasan Berlapis dan Regulasi yang Kuat

Ia pun menegaskan menegaskan perlunya sistem pengawasan berlapis untuk memastikan setiap rupiah dana haji digunakan sesuai peruntukannya. Menurutnya, revisi UU ini harus mampu menghadirkan regulasi yang menutup peluang kebocoran dan memastikan keadilan dalam pengelolaan dana.

“Mudah-mudahan undang-undang baru nanti bisa jadi payung hukum yang kuat agar tidak ada lagi penyimpangan. Karena uang haji ini sangat besar dan selalu menjadi sumber kepentingan banyak pihak,” ujarnya.

Baca juga: DPR Kawal Haji 2026: Kuota, Biaya, dan Layanan Harus Transparan

Singgung Kasus dan Kelemahan Sistem

Habib Syarief juga menyinggung berbagai ekses negatif dalam pelaksanaan haji beberapa tahun terakhir, termasuk kasus yang melibatkan pejabat Kementerian Agama. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena belum sempurnanya kerangka hukum dan tata kelola keuangan haji.

“Setiap kali musim haji, selalu ada ekses. Mulai dari distribusi, pengawasan, sampai dugaan penyimpangan. Semua ini akibat kelemahan sistem,” katanya.

Baca juga: Reksa Dana Haji Syariah Berangkatkan Kader TBC ke Tanah Suci, Apresiasi Pejuang Kesehatan

Dengan revisi undang-undang ini, ia berharap pengelolaan keuangan haji ke depan tidak hanya transparan dan efisien, tetapi juga berlandaskan nilai moral dan keadilan.

“Kita ingin uang jemaah benar-benar kembali untuk jemaah, tidak bocor ke mana-mana, dan digunakan dengan niat ibadah. Karena ini bukan sekadar angka dalam laporan keuangan, tapi amanah yang harus dijaga hingga ke pertanggungjawaban di hadapan Tuhan,” pungkasnya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

News Update

Netizen +62