Poin Penting
- Komisi VIII DPR RI menegaskan komitmen mengawal penyelenggaraan ibadah haji 2026 agar berjalan adil, efisien, dan transparan, sesuai prinsip keadilan dan kenyamanan jemaah.
- Kuota haji Indonesia 2026 ditetapkan sebanyak 221.000 jemaah, terdiri atas 203.320 jemaah reguler dan 17.680 jemaah haji khusus.
- DPR juga membahas usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp88,4 juta per jemaah, serta menyoroti peningkatan layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi bagi jemaah di Makkah dan Madinah.
Jakarta – Komisi VIII DPR RI menegaskan komitmennya mengawal penyelenggaraan ibadah haji 2026 agar profesional, transparan, dan berpihak kepada jemaah.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang mengatakan, pihaknya berkomitmen memastikan seluruh kebijakan dan layanan haji tahun depan sesuai dengan prinsip keadilan, efisiensi, dan kenyamanan bagi jemaah.
Sebagai informasi, Kementerian Haji dan Umrah menyampaikan bahwa kuota haji Indonesia 2026 ditetapkan sebanyak 221.000 jemaah, sebagaimana tercantum dalam laman Nusuk Masar.
Jumlah tersebut terdiri dari 203.320 jemaah reguler (92 persen) dan 17.680 jemaah haji khusus (8 persen).
Dari kuota reguler, dialokasikan untuk Petugas Haji Daerah (PHD) sebanyak 1.050 orang, pembimbing KBIHU sebanyak 685 orang, dan jemaah reguler murni sebanyak 201.585 orang.
Baca juga: Komisi VIII DPR RI Desak Transparansi Penentuan Biaya Haji 2026
Menanggapi hal tersebut, Marwan menegaskan bahwa pembagian kuota antarprovinsi harus dilakukan dengan mengedepankan proporsionalitas dan keadilan berdasarkan jumlah daftar tunggu di masing-masing daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Kami memastikan bahwa distribusi kuota haji 2026 berjalan adil dan transparan. Prinsip proporsionalitas sesuai daftar tunggu di tiap provinsi harus menjadi acuan utama, agar masyarakat di seluruh Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama untuk berhaji,” ujar Marwan.
Usulan Biaya Haji Masih Dibahas
Selain membahas kuota, rapat juga menyinggung usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp88,4 juta per jemaah, dengan komposisi Nilai Manfaat sebesar Rp33,48 juta (38 persen) dan Bipih atau biaya yang ditanggung jamaah sebesar Rp54,92 juta (62 persen).
Baca juga: DPR Bahas Biaya Haji 2026, Komisi VIII Nilai Masih Bisa Lebih Murah
Marwan menjelaskan, angka tersebut masih bersifat sementara dan akan dibahas lebih lanjut oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI bersama Panja Pemerintah.
“Usulan BPIH 2026 masih akan kami bahas secara mendalam dalam Panja. Komisi VIII akan memastikan keseimbangan antara kemampuan jemaah dan keberlanjutan dana nilai manfaat, agar biaya tetap rasional tanpa mengurangi kualitas layanan,” jelasnya.
Fokus pada Akomodasi, Konsumsi dan Transportasi
Komisi VIII juga menyoroti aspek layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi bagi jemaah haji 2026. Akomodasi di Makkah diharapkan berjarak maksimal 4,5 km dari Masjidil Haram, sementara di Madinah maksimal 1 km dari Masjid Nabawi. Layanan konsumsi pun harus mengedepankan cita rasa nusantara, dengan penyajian yang higienis dan bergizi.
Baca juga: Presiden Prabowo Minta Biaya Haji Diturunkan Lagi
Selain itu, Komisi VIII menekankan pentingnya penggunaan transportasi yang nyaman dan aman, baik untuk layanan naqabah dan sholawat, maupun sistem transportasi di kawasan Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
“Pelayanan transportasi dan akomodasi harus semakin baik. Jemaah kita tidak hanya butuh fasilitas memadai, tapi juga kenyamanan dan ketepatan waktu selama pelaksanaan ibadah,” tegas Marwan.
Pengawasan terhadap Penyedia Layanan
Pihaknya juga meminta pemerintah memastikan dua syarikah penyedia layanan haji yang telah ditunjuk memperbaiki kinerjanya dari tahun sebelumnya.
Seluruh dokumen kontraktual dan nota transaksi layanan jamaah diminta untuk diserahkan ke DPR sebagai bahan pengawasan.
“Kami akan mengawal seluruh kontrak dan nota transaksi penyelenggaraan haji sebagai bagian dari fungsi pengawasan. Semua harus transparan agar tidak terjadi penyimpangan,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra










