Poin Penting
- Bank Mandiri menilai meningkatnya likuiditas pasar dan turunnya instrumen SRBI membuka ruang bagi perbankan untuk menurunkan cost of fund.
- Optimalisasi belanja pemerintah dan kebijakan pro-growth diyakini dapat meningkatkan permintaan kredit produktif dan penciptaan lapangan kerja.
- Likuiditas perbankan menguat berkat penempatan dana pemerintah Rp200 triliun di Himbara serta penurunan posisi SRBI oleh Bank Indonesia
Jakarta – PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menyoroti ruang bagi industri perbankan untuk menurunkan biaya dana (cost of fund), seiring dengan meningkatnya likuiditas di pasar dan penurunan instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
“Kami juga ingin menyoroti ruang yang positif bagi perbankan untuk dapat menurunkan biaya dana dengan semakin meningkatnya likuiditas di pasar termasuk dari instrumen seperti SRBI yang bisa melandai dan menurunkan kompetisi,” ujar Direktur Commercial Banking Bank Mandiri, Toto Priyambodo dalam Paparan Kinerja Bank Mandiri Kuartal III 2025, Senin, 27 Oktober 2025.
Baca juga: Bank Mandiri Klaim Telah Salurkan 74 Persen Dana Menkeu Purbaya hingga September 2025
Toto menjelaskan bahwa optimalisasi realisasi fiskal dan belanja pemerintah dapat meningkatkan permintaan kredit produktif, khususnya di sektor padat karya untuk mendukung penciptaan lapangan kerja yang lebih luas.
“Akhirnya, kami kembali menegaskan komitmen Bank Mandiri untuk terus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan,” tambahnya.
Menurut Toto, serangkaian kebijakan pro-growth, disertai inflasi yang terjaga di kisaran 3 persen, tingkat BI Rate yang optimal, dan stabilitas nilai tukar rupiah, menjadi katalis positif bagi dunia usaha.
Baca juga: Bank Mandiri Beberkan Strategi Capai Pertumbuhan Kredit di Atas Industri
Adapun pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga telah menempatkan dana Rp200 triliun di bank-bank Himbara untuk memperkuat likuiditas pasar.
Selain itu, Bank Indonesia turut menambah ruang likuiditas melalui penurunan instrumen moneter SRBI, dari Rp916,97 triliun pada awal 2025 menjadi Rp707,05 triliun per 21 Oktober 2025. (*)
Editor: Yulian Saputra










