Jakarta – Menteri Keuangan Pubaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa terdapat kesalahan dari kebijakan fiskal dan moneter yang diambil oleh Indonesia.
Purbaya menilai perlambatan ekonomi yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir bukan sepenuhnya disebabkan oleh kondisi global yang dipenuhi ketidakpastian.
Dia menjelaskan, sejak pertengahan 2023, uang yang ada di sistem diserap secara bertahap hingga pertumbuhannya mencapai nol menjelang semester II 2024.
“Jadi, itu yang Anda rasakan di ekonomi, melambat dengan signifikan, riil sektor susah, semuanya susah, banyak keluar tagline-tagline, Indonesia apa? Gelap. Kita semua menunjuk ke ini gara-gara global. Padahal, ada kebijakan dalam negeri yang salah juga, yang utamanya mengganggu kita,” ungkap Purbaya dalam Raker Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan, Rabu, 10 September 2025.
Baca juga: Menkeu Purbaya Beberkan Biang Kerok Krismon 97-98, Tak Boleh Terulang Lagi!
Purbaya menyatakan, kesalahan kebijakan tersebut yang ikut menekan perekonomian nasional. Sebab ekonomi Indonesia ditopang oleh permintaan domestik.
Lebih lanjut, kata Purbaya, memasuki tahun 2025, kondisi ekonomi Januari hingga April mulai membaik, tercermin dari pertumbuhan uang beredar berada di level 7 persen pada April sehingga ia optimis Indonesia akan cerah. Sayangnya, tren itu tidak bertahan lama, pada Mei hingga Agustus kembali memburuk.
“Yang saya nggak tahu, Mei jatuh lagi, Juli jatuh, Agustus jatuh, ke 0 persen. Jadi, periode perlambatan ekonomi yang 2024 gara-gara uang ketat tadi, dipulihkan sedikit, belum pulih penuh, direm lagi ekonominya. Itu dari sisi fiskal dan moneter,” ujarnya.
Dia pun menyoroti terlambatnya pemerintah dalam membelanjakan anggarannya, yang pada akhirnya mengendap di bank sentral.
“Uangnya itu kan di bank sentral. Rajin narik pajak, masuk ke bank sentral, kalau dibelanjain lagi, nggak apa-apa, tapi ini kan nggak. Kering sistemnya,” kata Purbaya.
Baca juga: Pesan INDEF ke Purbaya: Evaluasi Kebijakan dan Kapasitas Fiskal Program Prioritas Prabowo
“Jadi, dua sisi mengetatkan kebijakan kita. Bank, taruh uangnya di bank. Padahal uang kita banyak, BI menyerap hampir Rp800 triliun, pemerintah saat itu hampir Rp500 triliun atau lebih di Bank Sentral. Sistem kekeringan,” tambahnya.
Sehingga, menurutnya buntut dari kesalahan kebijakan fiskal dan moneter itu adalah aksi demonstrasi masyarakat yang disebabkan tekanan ekonomi yang berkepanjangan.
“Yang Bapak-Bapak rasakan adalah yang kemarin Demo itu, itu karena tekanan berkepanjangan di ekonomi, karena kesalahan kebijakan fiskal dan moneter sendiri yang sebetulnya kita kuasai,” bebernya. (*)
Editor: Galih Pratama









