Jakarta – Mantan Menteri Keuangan dan eks Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, mengungkapkan peran penting Sigit Pramono dalam restrukturisasi dan penyelamatan Bank Mandiri pada masa krisis ekonomi 1998.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam acara peluncuran buku terbaru karya Sigit Pramono berjudul “Transformasi dan Ruwat-Citra”, yang digelar dalam rangkaian Economic Mastery Forum 2025: Unlock Opportunities in Global Economic Changes oleh Infobank Media Group di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Jumat, 29 Agustus 2025. Acara ini turut dihadiri sejumlah tokoh perbankan nasional.
Agus menceritakan awal perkenalannya dengan Sigit ketika dirinya menjabat Direktur Utama Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim), salah satu dari empat bank BUMN yang dilebur menjadi Bank Mandiri.
“Krisis dimulai pertengahan 1997 sebagai krisis moneter, lalu berkembang menjadi krisis perbankan dan krisis politik di 1998. Pemerintah saat itu harus menutup 16 bank umum dan belum ada LPS, sehingga terjadi kepanikan luar biasa,” ungkap Agus, di Jakarta, Jumat, 29 Agustus 2025.
Baca juga: Lewat Cara Ini, Bank Mandiri Perkuat Transformasi Digital
Untuk merespons krisis, pemerintah kala itu mengambil tiga langkah besar, yaitu menjamin seluruh dana pihak ketiga di bank, membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan menggabungkan empat bank BUMN — Bank Exim, Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, dan Bapindo — menjadi Bank Mandiri.
Agus menjelaskan bahwa proses merger tersebut dilakukan dengan strategi good bank versus bad bank dan melalui tahapan ketat: restrukturisasi, rasionalisasi, integrasi fungsi, dan baru kemudian rekapitalisasi.
Pemerintah akhirnya menginjeksi modal sebesar Rp175 triliun, yang setara dengan sekitar Rp1.750 triliun bila disesuaikan dengan nilai saat ini.
Dalam proses seleksi eksekutif untuk Bank Mandiri yang baru terbentuk, nama Sigit Pramono muncul sebagai kandidat terkuat untuk menangani unit restrukturisasi kredit.
“Dari 1.000 pejabat eksekutif yang diseleksi, Pak Sigit terpilih menjadi Senior Vice President untuk Credit Restructuring Unit. Beliau mengelola lebih dari 23.000 akun bermasalah senilai Rp42 triliun, dan melakukan restrukturisasi dengan hasil yang sangat baik,” ujar Agus.
Agus menyebut Sigit sebagai sosok profesional yang efisien, cerdas, berintegritas, dan berani mengambil keputusan. “Yang paling penting, dia punya nyali. You have guts, itu yang saya ingat dari Pak Sigit,” tegasnya.
Karier Setelah Mandiri
Berkat keberhasilan tersebut, Sigit Pramono kemudian dipercaya menjadi Direktur Utama di Bank BII dan Bank BNI, serta dikenal luas karena transformasi besar dan rebranding yang ia pimpin.
“Setelah tidak aktif di dunia perbankan, Pak Sigit juga menunjukkan jiwa entrepreneurship yang tinggi. Ia aktif di Perbanas, IICD, bahkan membantu pengembangan sektor pariwisata nasional,” tambahnya.
Baca juga: Infobank Anugerahi Agus Marto Sebagai Indonesian Great Banking Leader In Creating More Leaders
Dalam penutup sambutannya, Agus berpesan kepada para bankir agar terus menjaga kepercayaan publik dan integritas, yang menurutnya adalah fondasi utama sektor keuangan nasional.
“Kalau kepercayaan rusak, kita bisa kembali ke titik krisis. Kita harus jaga fiskal nasional, daerah, dan terutama sistem perbankan sistemik dengan sangat hati-hati,” pungkasnya. (*) Ayu Utami









