Tangerang – Sinergi dan ketahanan global menjadi pembahasan utama dalam The 7th International Conference on Biospheric Harmony (ICOBAR) dan Forum Ilmiah Diaspora Indonesia (FIDI) Joint Scientific Forum besutan BINUS University dan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4).
ICOBAR-FID 2025 mengusung forum bertema “Global Synergy for Biospheric Resilience : Integrating Science, Innovation, dan Sustainable Action” dan digelar 23-24 Agustus 2025 secara hybrid. Acara offline bertempat di BINUS @Alam Sutera Campus.
Juneman Abraham, Vice Rector of Research and Technology Transfer BINUS University mengungkapkan, saat ini dunia menghadapi tantangan serius akibat perang, kesenjangan sosial dan pola kerja yang terkotak-kotak.
Maka itu, ICOBAR-FIDI mendorong riset dan kepakaran sebagai fondasi utama dalam menggalang komitmen sinergi multihelix yang inklusif, berkelanjutan, dan berdampak nyata.
“Jadi di sini kita mencoba untuk memberikan perspektif terhadap masalah-masalah global yang sedang dihadapi. Mulai dari masalah energi sampai dengan masalah budaya dan hukum,” kata Juneman, di Tangerang, Sabtu, 23 Agustus 2025.
Baca juga: Bos OJK Nilai Ketahanan Ekonomi RI Terjaga Baik, Ini Buktinya
Juneman melanjutkan, forum ini tidak berhenti pada poster ataupun paper publikasi, tapi hasilnya nanti akan disusun sebagai sebuah policy brief atau naskah kebijakan, yang akan disampaikan kepada Kementerian terkait.
“Nanti akan kita kirimkan hasil dari perbincangan kita dua hari ini dalam bentuk rangkuman naskah kebijakan yang harapannya bisa juga mendukung Kementerian dan program Asta Cita Indonesia. Delapan hal yang dikemukakan dalam Asta Cita itu bisa kita address bersama,” lanjut Juneman.
Sementara, Hilda Farida, Chair of Organizing Committee ICOBAR-FIDI menambahkan, bermitra dengan I-4, ICOBAR tahun ini tidak hanya menggabungkan peneliti dan pemikir dari BINUS, tapi juga pakar-pakar Tanah Air yang berkarir di universitas-universitas terkemuka di seluruh dunia.
“Di acara, kami bersama sama menghadirkan profesor, presenter dari lebih dari 20 negara, seperti Harvard Medical School, The University of Tokyo, Constructor University Bremen, University of Otago, Universitas Indonesia, serta universitas-universitas lainnya” kata Hilda.
Forum ini menekankan pentingnya kerja sama lintas batas dalam mengatasi tantangan lingkungan yang semakin kompleks, seperti perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan krisis sumber daya alam.
Forum ini diharapkan dapat memperkuat kontribusi Indonesia dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (SDGs) melalui pendekatan ilmiah yang kolaboratif dan berbasis solusi.
“Melalui ICOBAR-FIDI Joint Scientific Forum, kami turut mewujudkan Visi BINUS 2035 yang menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat dan kontribusi riset untuk membangun dan melayani bangsa,” kata Nelly, Rektor BINUS University.
Sementara, I-4 sebagai organisasi yang menaungi ilmuwan Indonesia di luar negeri, menjembatani menjembatani kolaborasi pengetahuan antara diaspora dan institusi dalam negeri. Di forum ini, I-4 memperluas jangkauan kerja sama penelitian serta membuka ruang pertukaran ilmu lintas disiplin dan lintas negara.
“Menggabungkan jaringan global I-4 dan keunggulan riset BINUS, forum tahun ini diharapkan menjadi platform berdampak bagi pertukaran ide dan solusi berbasis sains. Kolaborasi ini diharapkan mempercepat transformasi ilmu pengetahuan menjadi kebijakan dan terapan yang bermanfaat bagi pembangunan Indonesia,” papar Fatwa Firdaus Abdi, Ketua Umum I-4.
Baca juga: Puan Maharani Serukan Kedaulatan dan Kemandirian RI di Tengah Gejolak Global
Di ICOBAR–FIDI Joint Scientific Forum, para tokoh ilmiah nasional dan internasional dihadirkan sebagai keynote speech. Ada pula sesi panel diskusi tematik, serta sesi paralel untuk presentasi makalah yang mencakup berbagai bidang ilmu relevan.
Sebagai tambahan, ICOBAR-FIDI Joint Scientific Forum menjadi wadah ilmiah internasional yang mempertemukan para peneliti, akademisi, praktisi industri, pengambil kebijakan, serta ilmuwan diaspora Indonesia. Hasil dari forum ini diharapkan bisa dijadikan masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan. (*) Ari Astriawan










