Negara Makin Tak Punya Arah, Ke Mana Kebijakan Berlabuh?

Negara Makin Tak Punya Arah, Ke Mana Kebijakan Berlabuh?

Oleh Rahma Gafmi, Guru Besar Universitas Airlangga

POLEMIK besar kembali mencuat dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkap fakta mencengangkan: dari total Rp757,8 triliun anggaran pendidikan, hampir separuhnya (sekitar 44,2 persen) atau Rp335 triliun digerus oleh program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Program MBG tidak memiliki dasar konstitusi yang kuat. Berbeda dengan amanat Pasal 31 UUD 1945 yang mewajibkan pemerintah menjamin pendidikan dasar gratis tanpa pungutan. “Kewajiban pendidikan harus dipenuhi terlebih dahulu, sebelum melangkah ke hal yang tidak jelas gol targetnya.

Kita mengetahui bahwa Mahkamah Konstitusi (MK), mulai dari perkara nomor 3/PUU-XXII/2024 hingga 111/PUU-XXIII/2025, menegaskan negara wajib memastikan pendidikan tanpa biaya. Pemerintah sudah melanggar amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 dan putusan MK, yang mengalokasikan hampir separuh anggaran ke MBG. Tentu ini sudah melanggar tatanan negara untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Anggaran Rp335 triliun terkuras untuk MBG. Ruang fiskal untuk perbaikan sektor fundamental pendidikan jadi sangat sempit. Ini sudah betul-betul melanggar konstitusi. Padahal, aset paling berharga setiap bangsa itu adalah manpower, yaitu sumber daya manusia (SDM). Jika dana pendidikan digerus hampir 44,2 persen, di mana hadirnya negara ini untuk meningkatkan kualitas SDM unggul?

Baca juga: Prabowo Ingin APBN Tanpa Defisit, Ini Jawaban Sri Mulyani

Angkatan kerja Indonesia terbesar berdasarkan pendidikan adalah lulusan sekolah dasar (SD) ke bawah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2024, mayoritas penduduk bekerja di Indonesia berpendidikan SD ke bawah dengan proporsi mencapai 35,8 persen. Kelompok pendidikan lain yang bekerja yaitu diploma I/II/III (2,32 persen), kemudian diploma IV/S1/S2/S3 (11,28 persen).

Sementara itu, pekerja dengan latar belakang pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK) memiliki tingkat pengangguran terbuka (TPT) tertinggi, yaitu 9,01 persen pada Agustus 2024. Namun, TPT tamatan SMK mengalami penurunan tertinggi sejak Agustus 2019. TPT terendah ditemukan di antara lulusan pendidikan SD ke bawah. Menyedihkan, bukan?

Akankah SDM Unggul Tercapai?

Indikator kesejahteraan salah satunya adalah pendidikan, selain kesehatan dan pendapatan atau purchasing power parity. Pendidikan indikator paling penting untuk mengangkat derajat bangsa dan menjadi jendela dunia. Saat ini negara seolah bingung. Banyak program yang bertolak belakang dengan program-program yang sudah ada.

Pembangunan sekolah rakyat digalakkan secara masif, dan harus selesai secepat mungkin. Namun, di lain sisi anggaran pendidikan dipangkas besar-besaran. Ilmu yang dipakai pemerintah ini adalah ilmu monyet/kera. Apa yang sudah nyata-nyata berjalan dengan baik, ditinggalkan, namun yang belum tentu berhasil ditangkap. Akhirnya apa yang terjadi? Keduanya tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal, bahkan bisa dua-duanya tidak tercapai sesuai dengan harapan, alias ucul.

Program-program pemerintah yang dibuat ini seharusnya melihat kondisi fiskal yang ada, dan tentu ada suatu perencanaan yang detail dan komprehensif. Artinya, berani membuat program dengan memakan anggaran besar tandanya anggaran sudah tersedia dengan baik. Bukan berarti memangkas anggaran yang sudah ada peruntukannya, dan pungut pajak ke sektor-sektor yang kurang pantas.

Pemerintah memotong dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp50,59 triliun dalam rangka efisiensi anggaran. Potongan dana ini akan berdampak signifikan pada anggaran daerah, sehingga membuat daerah harus siap menghadapi tantangan keuangan yang lebih ketat.

Selanjutnya ini juga akan menghambat pembangunan daerah. Ini jelas sudah mengarah pada model sentralistik kembali, karena daerah semakin tidak diberikan ruang yang lebar untuk anggaran, dan termasuk program-program pembangunan sudah mengarah ke top down.

Ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data yang ada, sekitar 70 persen daerah di Indonesia masih sangat bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat. Bahkan, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, ketergantungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terhadap Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai 80,1 persen secara rata-rata nasional.

Hal ini bisa membuat rakyat menjadi korban, karena pembangunan tidak akan berjalan dengan baik, perluasan kesempatan kerja baru semakin suram, terutama proyek-proyek padat karya dalam pemeliharaan infrastruktur juga otomatis mandek.

Jika demikian, maka tinggal menunggu “bom waktu”. Pengangguran dan kemiskinan akan semakin meningkat. Masyarakat akan semakin terjerat pada pinjol. Saat ini saja rakyat sudah menjerit karena sudah bukan makan tabungan lagi, melainkan sudah makan utang.

Baca juga: Daftar 15 Kementerian/Lembaga dengan Anggaran Paling Jumbo pada RAPBN 2026

Jangan merasa bahwa setiap kebijakan yang dibuat adalah untuk kesejahteraan rakyat, jika dalam pengelolaan APBN tidak hati-hati. Pengelolaan APBN sangat memerlukan kehati-hatian dan kebijakan yang tepat untuk memastikan stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. APBN memiliki peran penting dalam mengatur pendapatan dan belanja negara, sehingga pengelolaan yang baik sangat krusial untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan APBN. Pengelolaan APBN harus transparan dan akuntabel untuk memastikan bahwa penggunaan dana negara dapat dipertanggungjawabkan dan tepat sasaran. Harus efisien dan efektif dalam mengalokasikan sumber daya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Pasalnya, alokasi MBG sampai mencapai Rp335 triliun dalam RAPBN 2026, dan belum jelas dampak perluasan penyerapan kerja baru dari pengelolaan MBG tersebut.

Selain itu, harus memprioritaskan anggaran untuk sektor-sektor yang paling penting dengan skala prioritas dan berdampak besar pada masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Bukan malah anggaran dipangkas habis-habisan karena demi MBG!

Related Posts

News Update

Netizen +62