Jakarta – Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto menilai wacana Bank Indonesia (BI) untuk meluncurkan Payment ID harus diawali dengan penyelesaian isu keamanan dan perlindungan data pribadi.
Kebijakan yang rencananya dirilis pada 17 Agustus 2025 tersebut akhirnya ditunda karena muncul sentimen negatif di masyarakat yang khawatir jejak transaksinya akan “dimata-matai”.
Eko menjelaskan, konsep dasar Payment ID telah diterapkan di sejumlah negara seperti China, India, dan Korea Selatan. Jika masyarakat sudah terhubung dengan sektor keuangan formal, identitas akan lebih mudah diintegrasikan.
“Jadi itu karena memang sistem keuangan digital sudah lebih terintegrasi lah gitu ya. Nah terus kemudian istilahnya di-amplify oleh Bank Indonesia untuk kita bikin aja payment,” jelas Eko kepada wartawan di acara Talk Show 30 Tahun INDEF, Kamis, 14 Agustus 2025.
“Problemnya adalah pertama untuk strategi ke masyarakat awam terutama, karena kan ini masyarakat sudah mulai digital native tapi kan mereka masih kadang-kadang insecure dengan keamanannya, dengan data pribadi mereka,” sambungnya.
Baca juga: Sederet Fakta Payment ID yang Bakal Diluncurkan 17 Agustus 2025
Kesenjangan Literasi dan Kelembagaan
Sehingga, menurut Eko, pemerintah dan BI perlu memastikan kesiapan kelembagaan, kenyamanan, dan literasi masyarakat sebelum memaksakan integrasi penuh sektor keuangan.
“Kalau itu nggak diperbaiki dulu ya orang akan yang muncul apa? Kecurigaan gitu. Apalagi ini menyangkut duit gitu loh. Akhirnya narasi yang saya ketahui ya dari yang ada di publik sekarang itu, oh itu nanti kita dengan mudah memprofiling pajak gitu kan, jadi wajib pajaknya takut, bukan karena mereka nggak bayar pajak, mereka bayar pajak,” katanya.
Baca juga: Payment ID Bank Indonesia Dikhawatirkan Langgar Hak Warga Negara
“Tapi di profiling-nya. Nah itu yang akan membuat justru mereka against menggunakan model kebijakan payment ID ini,” bebernya.
Perlindungan Data Harus Zero Tolerance
Eko menegaskan, pemerintah dan regulator harus memberikan jaminan keamanan data pribadi kepada masyarakat agar mereka tertarik menggunakan Payment ID.
“Harus dihadirkan hal-hal yang bisa membuat masyarakat tertarik untuk menggunakan itu gitu. Bukan kemudian narasinya adalah dengan kalian satu data kayak gini nanti saya bisa profiling buat transaksi. Karena ini gak bisa ditawar gitu ya, harus zero tolerance untuk perlindungan data pribadi nasabah,” tandasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra










