Jakarta – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) membantah tuduhan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menilai pelaku pinjaman daring (pindar) melakukan pengaturan suku bunga layaknya kartel.
Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, mengaku kecewa dan menyebut tuduhan tersebut tidak adil.
Ia menegaskan, penetapan suku bunga dilakukan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melindungi konsumen dari praktik pinjaman mencekik dan pinjaman online (pinjol) ilegal.
“OJK waktu itu mengarahkan kami, untuk mengatur suku bunga. Supaya apa? Karena, di zaman itu, sangat sulit membedakan antara pindar dan pinjol ilegal,” ujar Entjik di acara Center of Economic and Law Studies (CELIOS) bertajuk “Dampak Regulasi Batas Maksimum Manfaat Ekonomi Pinjaman Daring”, Senin, 11 Agustus 2025.
Baca juga: Belum Ada Info Sidang Kartel Bunga Pindar, AFPI Tunggu KPPU
Menurut Entjik, pada 2020-2023 bunga pinjol bahkan bisa mencapai 1,5 persen per hari. OJK bersama AFPI kemudian sepakat menetapkan batas manfaat ekonomi 0,8 persen per hari untuk sektor konsumtif, mengikuti standar Inggris.
Ia menjelaskan, suku bunga kala itu tidak bisa langsung diturunkan karena biaya teknologi untuk risk control dan credit scoring masih sangat tinggi akibat infrastruktur yang belum memadai.
Baca juga: DPR Setujui Abolisi untuk Tom Lembong dan Amnesti 1.116 Terpidana Termasuk Hasto
Aturan Terbaru Suku Bunga Pindar
Saat ini, penetapan tarif bunga diatur melalui SEOJK Nomor 19 Tahun 2023.
Untuk pinjaman konsumtif, tarif harian 0,3 persen yang berlaku sejak Januari 2024 turun menjadi 0,2 persen per Januari 2025, dan akan menjadi 0,1 persen pada Januari 2026.
Sementara itu, pendanaan produktif dikenakan bunga 0,1 persen per hari sejak Januari 2024, dan akan turun menjadi 0,067 persen pada Januari 2026. (*) Mohammad Adrianto Sukarso









