Jakarta – Visa, perusahaan sistem pembayaran global, menemukan bahwa wilayah Asia Pasifik menjadi yang paling banyak terkena penipuan atau scam. Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi target utama dari para fraudster.
Stefaan D’hoore, Asia Pacific Regional Risk Officer Visa menjelaskan dengan semakin masifnya perkembangan teknologi seperti artificial intelligence (AI) maka scam atau fraud secara digital akan semakin banyak terjadi. Adapun nilai kerugiannya per tahun sudah sangat tinggi.
“Beberapa pihak menyebutkan bahwa total angka kerugian yang hilang akibat kejahatan siber per tahun mencapai USD10,5 triliun. Dan saya pikir hal lainnya, dan ini menunjukkan bagaimana AI memicu kejahatan siber,” beber Stefaan baru-baru ini.
Temuan Visa dari berbagai sumber, menunjukkan Indonesia menderita kerugian USD200 juta karena penipuan, khususnya dari ranah pembayaran virtual pada 2025.
Baca juga: Waspada! Puluhan Ribu Laporan Penipuan AI Masuk ke OJK, Modus Ini Paling Banyak
Sementara, negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand, masing-masing mengalami kerugian yang lebih tinggi di 2024. Estimasinya masing-masing mencapai USD378 juta, USD840 juta, dan USD1,8 miliar.
Berbagai negara di Asia Pasifik menderita kerugian ratusan juta USD karena scam atau fraud. Dan potensi angkanya berpotensi lebih tinggi dari yang dilaporkan.
“Sulit untuk mendapatkan angka yang benar-benar akurat. Karena tidak semua orang mungkin melaporkan penipuan, dan cara pengumpulan data di berbagai negara mungkin tidak selalu mengikuti metodologi yang sama,” katanya.
Yang pasti, Stefaan memastikan kalau angkanya akan terus bertambah, dengan beragam skema baru. Pelaku tidak bertanggung jawab ini akan menargetkan nasabah atau pelanggan yang dianggap sebagai titik lemah dari sistem keamanan siber sebuah perusahaan.
Ditambah lagi, dengan semakin terintegrasinya ekosistem digital, maka perusahaan perlu meningkatkan tingkat keamanan mereka dan memastikan bahwa pelanggan terjaga dari penipuan. Visa sendiri menyediakan sejumlah solusi untuk menjaga keamanan transaksi digital.
Salah satunya adalah melalui metode tokenisasi, yang mengubah data menjadi serangkaian angka acak. Menurut Stefaan, metode ini bisa meningkatkan kemampuan pengenalan transaksi, sehingga menurunkan potensi penipuan secara drastis.
Baca juga: Satgas PASTI Blokir Kegiatan Usaha Penipuan OMC Palsu, Ini Modusnya
“Tokenisasi mendorong pengalaman konsumen yang lebih baik. Tokenisasi meningkatkan otorisasi, di mana ada kenaikan 4,7 persen. Dan pada saat yang sama, kami melihat penurunan penipuan yang sangat signifikan, pengurangan penipuan sebesar 34 persen,” ujarnya.
Guna meningkatkan kualitas keamanan bertransaksi dari para mitra dan partner, Stefaan bilang, Visa telah menghabiskan dana USD12 miliar untuk memperkuat kapasitas teknologi, dan membantu menjaga keamanan di ranah digital. (*) Mohammad Adrianto Sukarso










